Para analis dari JPMorgan menilai bahwa Bitcoin masih memiliki ruang kenaikan yang lebih besar dibandingkan emas. Hal ini didorong oleh katalis khusus dari industri kripto serta meningkatnya adopsi institusional dalam beberapa waktu terakhir.
Mengutip Decrypt pada Jumat (16/5/2025), para analis JPMorgan menyoroti bahwa aset digital terbesar di dunia ini telah menunjukkan performa yang jauh melampaui emas dalam beberapa bulan terakhir. Menurut mereka, pertumbuhan harga Bitcoin dipicu oleh berbagai faktor seperti meningkatnya alokasi perusahaan terhadap aset ini sebagai bagian dari cadangan, serta regulasi yang semakin mendukung.
Beberapa negara bagian di AS bahkan telah mengesahkan undang-undang yang memperbolehkan investasi institusional ke dalam Bitcoin.
Pasar Derivatif Kripto Makin Matang
JPMorgan juga menyoroti sejumlah akuisisi strategis yang dilakukan oleh pemain besar sebagai tanda bahwa pasar derivatif kripto sedang menuju fase kematangan. Contohnya adalah akuisisi Deribit oleh Coinbase, pembelian platform futures NinjaTrader oleh Kraken, dan perolehan lisensi derivatif di Eropa oleh Gemini.
Langkah-langkah ini dinilai sebagai indikator bahwa ekosistem derivatif kripto mulai beroperasi di bawah regulasi AS dan Eropa, yang dapat meningkatkan kepercayaan dan mendorong partisipasi dari investor institusional tradisional.
“Kami memperkirakan persaingan antara emas dan Bitcoin sebagai ‘zero-sum game’ akan terus berlangsung hingga akhir tahun ini. Namun, kami cenderung melihat katalis khusus dari kripto berpotensi mendorong kenaikan Bitcoin lebih tinggi dibanding emas,” tulis tim analis JPMorgan yang dipimpin oleh Nikolaos Panigirtzoglou.
Hingga artikel ini ditulis, Bitcoin diperdagangkan di kisaran US$104.120, hanya sekitar 4% di bawah rekor tertingginya pada Januari 2025. Lonjakan ini terjadi seiring dengan kembalinya minat investor terhadap aset berisiko, didorong oleh arus masuk dana ke ETF Bitcoin yang melampaui ETF emas.
Sementara itu, harga emas justru menurun drastis ke level terendah bulanan di angka US$3.208 per ons, atau turun 8% dari level tertingginya di US$3.500 pada pertengahan April lalu. Sebaliknya, harga Bitcoin melonjak 18% dalam periode yang sama, dari US$88.200 ke US$104.000.
Meskipun sebagian pihak masih memposisikan Bitcoin sebagai aset lindung nilai, data historis menunjukkan bahwa perilakunya lebih menyerupai aset berisiko, dengan korelasi yang lebih dekat ke pasar saham dibanding aset defensif seperti emas.
Kenaikan tajam ini juga sejalan dengan laporan K33 Research yang menyebut bahwa sejak Desember 2024, ETF Bitcoin telah mengungguli ETF emas dari sisi arus dana masuk bersih. Tren ini terus berlanjut hingga Mei 2025, menandakan bahwa minat terhadap Bitcoin dari kalangan investor global masih sangat kuat.