Departemen Bea Cukai Hong Kong dilaporkan tengah berkolaborasi dengan University of Hong Kong untuk mengembangkan sebuah tool digital yang mampu melacak transaksi aset kripto yang dicurigai terlibat dalam skema pencucian uang.
Menurut laporan South China Morning Post pada Kamis (12/06/2025), Asisten Komisaris Mario Wong Ho-yin menyatakan bahwa pihak bea cukai akan memperluas kerja sama dengan kalangan akademisi, profesional keuangan regional, serta aparat penegak hukum lintas negara. Langkah ini diambil untuk menghadapi kejahatan keuangan yang kian kompleks dan melintasi batas wilayahnya.
“Ancaman pencucian uang saat ini bersifat lintas negara dan tidak mengenal batas, sehingga tidak ada satu lembaga pun yang mampu mengatasinya sendirian,” ujar Wong.
Meski demikian, Wong tidak mengungkapkan detail teknis terkait operasional tool tersebut, dengan alasan menjaga kerahasiaan proses kerja internal departemen.
Adapun sebagai bagian dari upaya memperkuat kolaborasi lintas negara, Departemen Bea Cukai bersama Universitas Hong Kong juga mengadakan lokakarya selama tiga hari. Kegiatan ini mempertemukan aparat penegak hukum dan staf konsulat dari delapan negara, termasuk Tiongkok, India, Iran, Selandia Baru, Thailand, dan Singapura, guna memperkuat sinergi dalam memberantas kejahatan finansial berbasis digital.
Kasus Pencucian Uang Kripto di Hong Kong Terus Meningkat
Inisiatif ini muncul di tengah meningkatnya tren pencucian uang yang melibatkan aset kripto di Hong Kong. Berdasarkan data pemerintah Hong Kong, sejak 2021 hingga Mei 2025, tercatat 39 kasus besar pencucian uang di wilayah tersebut.
Tujuh di antaranya melibatkan penggunaan aset kripto, dengan modus utama berupa operasi pencucian berbasis perdagangan, di mana dana ilegal disamarkan sebagai transaksi bisnis biasa. Total nilai dana yang terlibat dalam tujuh kasus tersebut mencapai lebih dari HK$9 miliar atau sekitar Rp18,5 triliun.
Salah satu kasus terbesar melibatkan lebih dari 1.000 transaksi mencurigakan senilai HK$1,8 miliar atau sekitar Rp3,7 triliun, yang dilakukan melalui lima perusahaan dan 18 rekening bank lokal. Sebanyak HK$760 juta setara Rp1,5 triliun di antaranya diduga diproses melalui sebuah platform aset kripto.
Dalam kasus ini, tiga orang telah ditangkap pada April 2025, dua di antaranya dituduh secara aktif memindahkan dana melalui platform kripto.