Jakarta, 16 Juni 2025 — Tingkat kesulitan menambang Bitcoin mengalami sedikit penurunan menjadi 126,4 triliun, setelah sebelumnya menyentuh rekor tertinggi sepanjang masa 126,9 triliun pada 31 Mei lalu. Data dari CryptoQuant menunjukkan penyesuaian ini terjadi di tengah tekanan tinggi pada industri tambang kripto pasca peristiwa halving April 2024.
Penurunan ini terjadi seiring tingginya hashrate jaringan, yang sempat menembus 1 zetahash per detik (ZH/s)—menandai total kekuatan komputasi terbesar dalam sejarah protokol Bitcoin.
Meski demikian, sejumlah perusahaan tambang Bitcoin publik justru meningkatkan produksi dan menahan BTC hasil tambangnya. Marathon Digital Holdings (MARA), misalnya, melaporkan peningkatan produksi sebesar 35% selama Mei dan berhasil menambang 950 BTC, menambah total cadangan menjadi 49.179 BTC.
“Kami tidak menjual satu pun Bitcoin,” ungkap CFO MARA, Salman Khan, melalui platform X pada 3 Juni.
Perusahaan lain seperti CleanSpark juga menunjukkan pertumbuhan positif. Dengan fokus pada energi bersih, CleanSpark menambang 694 BTC selama Mei—naik 9% dibanding April—dan mencatat cadangan 12.502 BTC. Mereka juga meningkatkan hashrate menjadi 45,6 exahash per detik (EH/s).
Fenomena baru di sektor tambang kripto adalah tren menyimpan Bitcoin hasil tambang sebagai aset treasury ketimbang langsung menjualnya. Strategi ini menandai perubahan signifikan dalam model bisnis, mencerminkan keyakinan jangka panjang terhadap potensi kenaikan harga Bitcoin.
Meskipun biaya operasional meningkat dan kompetisi makin ketat, strategi ini memberi peluang bagi perusahaan untuk memperkuat posisi keuangan dan mendapatkan keuntungan lebih besar di masa depan.