Manila – Pemerintah Filipina mengumumkan rencana untuk mengadopsi penuh Crypto-Asset Reporting Framework (CARF) dari OECD pada tahun 2028, sebagai bagian dari upaya memperkuat pengawasan pajak terhadap aset kripto dan mencegah aliran dana gelap lintas negara.
Menteri Keuangan Ralph Recto menegaskan bahwa sistem pelaporan yang lebih cepat dan transparan diperlukan untuk menanggulangi penghindaran pajak di era digital. Melalui CARF, negara-negara anggota akan berbagi data aktivitas kripto warga negara mereka secara otomatis setiap tahun, memperketat pengawasan terhadap transaksi yang selama ini sulit dilacak.
Filipina menjadi salah satu dari 67 yurisdiksi yang menyatakan komitmen untuk menerapkan kerangka ini, bersama 10 negara Asia lainnya. Komitmen resmi ditandatangani oleh Wakil Menteri Keuangan Charlito Martin Mendoza dalam Pertemuan Inisiatif Asia ke-8 di Malé, Maladewa.
Langkah ini juga sejalan dengan pendekatan Presiden Ferdinand Marcos Jr. yang menolak menambah pajak baru, dan lebih memilih peningkatan sistem kepatuhan dan penarikan pajak. Pada periode Januari–April 2025, penerimaan pajak Filipina tercatat sebesar 1,5 triliun Peso, tumbuh 11,49% secara tahunan.
Sementara itu, Filipina juga mendapat sorotan internasional setelah Departemen Keuangan AS menjatuhkan sanksi kepada perusahaan teknologi asal Filipina, Funnull Technology, atas dugaan keterlibatan dalam ribuan situs penipuan kripto. OFAC menyebut perusahaan itu menyebabkan kerugian korban hingga USD 200 juta (sekitar Rp 3,2 triliun), termasuk dengan menjual IP address ke penjahat siber untuk membuat situs tiruan dari platform investasi.
Administrator Funnull, Liu Lizhi, warga negara Tiongkok, turut dikenai sanksi dan masuk daftar Specially Designated Nationals (SDN) AS.
Langkah Filipina ini menjadi sinyal kuat bahwa negara tersebut serius dalam memperkuat integritas sistem keuangan digitalnya, serta meningkatkan transparansi dan keamanan di tengah maraknya penyalahgunaan teknologi kripto secara global.