
Harga Bitcoin (BTC) menunjukkan volatilitas yang lebih rendah dibandingkan saham utama Amerika Serikat dalam beberapa pekan terakhir, meski situasi geopolitik Timur Tengah tengah memanas. Data dari André Dragosch, Kepala Riset Bitwise Europe, mengungkapkan volatilitas 60 hari Bitcoin kini sekitar 27-28%, lebih rendah dari S&P 500 (30%), Nasdaq 100 (35%), dan saham teknologi unggulan Magnificent 7 (40%).
Pergerakan harga Bitcoin saat ini juga lebih stabil dibanding siklus sebelumnya, ketika volatilitas sempat melonjak hingga 60-65% pada awal konflik Rusia-Ukraina di 2022. Kondisi ini menunjukkan para investor Bitcoin tidak bereaksi panik dan menandakan kematangan aset kripto sebagai kelas investasi.
Analis Glassnode menambahkan, lebih dari 30% pasokan Bitcoin kini dipegang oleh 216 entitas terpusat seperti ETF, bursa, kustodian, dan perbendaharaan perusahaan. Selain itu, pemegang jangka panjang semakin meningkat dengan kepemilikan mencapai 14,53 juta BTC atau hampir 70% dari total pasokan maksimum 21 juta BTC.
Kondisi ini memicu tren kenaikan harga Bitcoin dalam jangka panjang, didukung oleh pengurangan pasokan aktif di pasar dan meningkatnya permintaan institusional. Arthur Hayes, pendiri BitMEX, dan Eugene Cheung, Kepala Komersial OSL, memperkirakan harga BTC bakal terus tumbuh di atas USD 100.000, bahkan beberapa analis memprediksi bisa menembus USD 150.000 pada akhir 2025.