Liputan6.com, Jakarta – Momen saat ini dinilai menuntut kewaspadaan, strategi hingga pemahaman jangka panjang terhadap kripto di tengah sentimen ketegangan geopolitik di Timur Tengah. Hal ini setelah Amerika Serikat (AS) menyerang fasilitas nuklir utama Iran.
Harga bitcoin meski sempat tembus di bawah USD 99.000, tetapi potensi pemulihan tetap terbuka.
Vice President Indodax, Antony Kusuma menyebutkan harga Bitcoin kembali terkoreksi dan sempat jatuh di bawah level psikologis 99.000 dolar AS di tengah meningkatnya eskalasi geopolitik menyusul serangan udara Amerika Serikat ke fasilitas nuklir utama Iran.
Koreksi tersebut, menurut dia, menandai level terendah Bitcoin sejak 9 Mei 2025 dan memicu gelombang penurunan lebih luas di pasar aset digital global.
“Saat ini adalah momen yang menuntut kewaspadaan, strategi, dan pemahaman jangka panjang terhadap aset kripto,” kata dia seperti dikutip dari Antara, Selasa (24/6/2025).
Dia menilai pelemahan harga Bitcoin kali ini bukan semata disebabkan oleh faktor teknikal, melainkan karena sentimen risiko makro yang semakin kuat.
Dia menilai pasar kripto saat ini sangat sensitif terhadap berita geopolitik yang menimbulkan ketidakpastian. Respons pasar terhadap serangan AS ke Iran menunjukan Bitcoin, meski kerap dianggap sebagai lindung nilai terhadap inflasi, tetap dipandang sebagai aset berisiko oleh sebagian investor.
Ia menambahkan sejak kabar kemungkinan serangan ini muncul minggu lalu, pelaku pasar sudah mulai mengurangi eksposurnya terhadap aset kripto, hal itu tercermin dari menurunnya arus masuk ke ETF spot Bitcoin secara signifikan menjelang akhir pekan.
Data menunjukkan arus masuk ke ETF spot Bitcoin dari Senin hingga Rabu pekan lalu mencapai lebih dari 1 miliar dolar AS, namun, pada Kamis tidak ada pergerakan net, dan pada Jumat hanya tercatat 6,4 juta dolar AS.