
Vietnam resmi memblokir akses ke Telegram sejak 2 Juni 2025 atas perintah Kementerian Informasi dan Komunikasi berdasarkan permintaan Kementerian Keamanan Publik. Dampak langsungnya, aktivitas komunitas crypto di Vietnam turun drastis hingga 45%, menurut laporan Tiger Research.
Telegram selama ini menjadi platform komunikasi utama bagi komunitas crypto global, berkat fitur grup besar, enkripsi, bot trading, dan channel publik yang mendukung interaksi proyek, investor, dan developer. Pemblokiran ini memaksa pengguna Vietnam beralih ke Discord, Signal, dan aplikasi lokal seperti Zalo, namun tidak ada yang mampu menggantikan keunggulan Telegram dalam hal privasi, kemudahan, dan nuansa crypto-native.
Langkah Vietnam mengungkap kerentanan industri crypto yang sangat bergantung pada satu platform komunikasi. Telegram jarang jadi aplikasi pesan nomor satu di suatu negara, namun tetap dominan di wilayah kunci dunia crypto seperti Rusia, Ukraina, dan Timur Tengah.
Selain Vietnam, beberapa negara lain juga menerapkan pembatasan terhadap Telegram karena sikap aplikasi ini yang enggan berbagi data pengguna dengan otoritas, meski Telegram mulai berkompromi dengan menerbitkan laporan transparansi di negara demokratis.
Dampak blokir ini juga dirasakan oleh proyek yang terintegrasi erat dengan Telegram, seperti The Open Network (TON). Meskipun blockchain TON tetap berjalan, pemblokiran Telegram mengganggu distribusi pengguna, kampanye komunitas, dan reputasi proyek, karena hampir seluruh interaksi pengguna TON terjadi melalui Telegram.
Pemblokiran Telegram di Vietnam menjadi peringatan bagi ekosistem crypto global akan risiko ketergantungan tinggi pada satu platform komunikasi, yang jika terputus dapat mengguncang aktivitas dan perkembangan komunitas crypto secara signifikan.