Jakarta, 11 Juli 2025 – Ketidakpastian global akibat kebijakan tarif impor Amerika Serikat dinilai memperkuat daya tarik Bitcoin (BTC) sebagai aset safe haven dan lindung nilai terhadap pelemahan mata uang fiat serta volatilitas pasar saham, menurut analis Reku, Fahmi Almuttaqin.
Presiden AS Donald Trump sebelumnya mengumumkan tarif baru sebesar 50% untuk tembaga dan potensi 200% untuk produk farmasi. Negara seperti India, Indonesia, Jepang, Korea Selatan, dan sejumlah negara Asia lainnya pun menerima pemberitahuan tarif tambahan hingga 40%, memicu kekhawatiran perang dagang global. Dampaknya, harga komoditas seperti tembaga melonjak dan saham sektor farmasi tertekan.
Di tengah ketidakpastian ini, Fahmi menilai aset kripto seperti Bitcoin mulai menjadi pilihan investor. Tren akumulasi jangka panjang pun semakin kuat. Data on-chain menunjukkan rasio outflow/inflow BTC turun ke level 0,9—terendah sejak akhir bear market 2022, menandakan lebih banyak BTC ditarik dari bursa untuk disimpan.
CryptoQuant juga mencatat pemindahan lebih dari 19.400 BTC dari wallet lama (usia 3–7 tahun) ke wallet institusi, menandakan aksi beli besar-besaran oleh pelaku institusional. BTC juga tetap bertahan di kisaran USD 100.000–110.000, memperkuat zona ini sebagai area akumulasi strategis.
“Jika pola siklus sebelumnya terulang, potensi rally harga baru bisa terjadi di semester kedua 2025,” ujar Fahmi. Ia juga merekomendasikan strategi dollar-cost averaging (DCA) bagi investor yang ingin menambah posisi secara bertahap, meski tetap mengingatkan bahwa volatilitas jangka pendek masih bisa terjadi.
Perkembangan ini menandakan bahwa investor jangka panjang tengah memanfaatkan kondisi pasar untuk mengakumulasi aset, menjadikan level harga saat ini sebagai fondasi penting untuk reli berikutnya.