Liputan6.com, Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi membebaskan kewajiban pungutan terhadap para pelaku industri Aset Keuangan Digital dan Aset Kripto (IAKD) yang telah mengantongi izin, sepanjang 2025.
Kebijakan ini dinilai sebagai langkah afirmatif yang bertujuan mendorong pertumbuhan sektor teknologi finansial berbasis aset digital di Indonesia.
Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan dan IAKD OJK, Hasan Fawzi, mengatakan, keputusan ini diambil setelah mendapatkan persetujuan dari Kementerian Keuangan. Kebijakan tersebut mempertimbangkan kondisi industri aset digital yang masih dalam tahap awal pengembangan, serta kebutuhan untuk menciptakan ekosistem yang inklusif dan berkelanjutan.
“Penyesuaian pungutan tersebut berdasarkan pertimbangan bahwa OJK sedang mengembangkan industri IAKD secara nasional. Di samping juga kami melihat kondisi secara umum industri IAKD yang saat ini masih berada pada tahap awal pengembangan dan juga tahap awal persiapan kegiatan operasionalnya,” ujar Hasan Fawzi dalam konferensi pers, 8 Juli 2025.
OJK menetapkan tarif pungutan sebesar 0 persen untuk 2025, dan akan memberlakukan kenaikan secara bertahap pada tahun-tahun berikutnya. Pungutan OJK sebelumnya mencakup berbagai biaya seperti perizinan, persetujuan, pengawasan, serta transaksi efek.
CEO Tokocrypto, Calvin Kizana menyambut positif kebijakan ini sebagai sinyal dukungan regulator terhadap industri aset digital di Indonesia.
Dia menuturkan, kebijakan pembebasan ini memberikan keleluasaan bagi pelaku industri kripto, khususnya exchange atau platform jual-beli kripto yang masih dalam tahap awal pengembangan layanan dan infrastruktur operasional.
“Kami menyambut baik kebijakan dari OJK tersebut. Saat ini, kami menilai kebijakan ini dapat menjadi katalis pertumbuhan bagi seluruh pemangku kepentingan industri kripto di Indonesia,” ujar Calvin, demikian seperti dikutip dari keterangan resmi, Jumat (11/7/2025).
“Harapannya kebijakan ini dapat menjadi akselerator bagi pertumbuhan industri kripto di Indonesia, terutama dalam menciptakan iklim usaha yang lebih sehat. Dengan adanya insentif atau penyesuaian beban pungutan, pelaku usaha di sektor ini dapat lebih fokus pada inovasi dan pengembangan layanan, serta memberikan manfaat lebih besar bagi masyarakat dan ekosistem,” ia menambahkan.
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat geliat transaksi aset kripto di dalam negeri mengalami lonjakan cukup signifikan secara bulanan (month to month/mtm). Per Mei 2025, total transaksi mencapai Rp49,57 triliun, tumbuh sekitar 39,21% dibanding bulan sebelumnya yang hanya Rp35,61 triliun.
Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital dan Aset Kripto OJK, Hasan Fawzi, mengatakan lonjakan ini mencerminkan minat pasar yang mulai membaik, terutama di tengah fluktuasi nilai berbagai mata uang digital global.
Namun, bila dibandingkan secara tahunan (year on year/yoy), nilai transaksi mengalami sedikit koreksi. Pada Mei 2024 lalu, total transaksi kripto tercatat sebesar Rp49,8 triliun, sedikit lebih tinggi dibanding periode Mei tahun ini. Artinya, meski ada perbaikan jangka pendek, masih ada tantangan yang harus dihadapi pelaku industri dalam menjaga momentum jangka panjang.
“Tentu tren peningkatan jumlah konsumen dan transaksi aset kripto ini menunjukkan kepercayaan konsumen dan kondisi pasat aset kripto nasional tetap terjaga dengan baik,” kata Hasan dalam Konferensi Pers RDKB Juni 2025, Selasa (8/7/2025).
Adapun akumulasi transaksi selama lima bulan pertama tahun ini mencapai Rp191,8 triliun. Ini menjadi indikasi bahwa aktivitas perdagangan aset digital terus menunjukkan dinamika positif meski belum sepenuhnya stabil.