Liputan6.com, Jakarta – Langkah Starlink yang menghentikan penerimaan pelanggan baru di Indonesia menjadi momentum penting bagi Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap izin operasional yang telah diberikan.
Selain itu, pemberian izin kepada penyelenggara layanan telekomunikasi lain yang menggunakan satelit orbit rendah (Low Earth Orbit/LEO) juga perlu dipertimbangkan.
Tokoh senior Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel), Sigit Djarot, mengungkapkan kekecewaannya terhadap realisasi janji-janji Starlink sejak mendapatkan “karpet merah” dari pemerintah pada 2022.
Pembangunan di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) serta rencana pembangunan pabrik Tesla hingga kini belum terwujud.
Bahkan, janji Starlink untuk menyediakan layanan bagi masyarakat di daerah 3T dan fasilitas publik seperti puskesmas dinilai tidak ada realisasinya.
“Masih belum ada kejelasan sejauh mana pemerintah bisa memaksa Starlink untuk patuh terhadap seluruh aturan penyelenggaraan telekomunikasi beserta turunannya. Juga terkait janji-janji investasi dalam bentuk infrastruktur fisik dan komitmen layanan di daerah 3T, sampai sekarang belum ada realisasinya,” ujar Sigit dalam keterangannya, Rabu (16/7/2025).
Lebih lanjut, Sigit menyoroti isu kedaulatan digital dan kedaulatan jaringan. Ia menjelaskan bahwa kedaulatan digital adalah kemampuan negara untuk mengontrol data, infrastruktur digital, dan aliran informasi di wilayahnya sesuai dengan hukum nasional, tanpa adanya dominasi asing.
“Saat ini, Starlink membawa seluruh data ke luar negeri. Sejauh mana pemerintah mampu menegakkan prinsip kedaulatan juga tidak jelas, termasuk kewajiban terkait keamanan dan penegakan hukum seperti lawful intercept pun penegakan aturannya tidak jelas,” pungkasnya.