Liputan6.com, Jakarta Di tengah ketegangan geopolitik dan perlambatan investasi global, Indonesia justru tampil sebagai simpul baru dalam peta pertumbuhan digital kawasan.
Dalam dua pekan terakhir, dua langkah strategis diumumkan oleh pemain teknologi global yaitu Indosat Ooredoo Hutchison menggandeng NVIDIA untuk membangun pusat AI nasional, dan Oracle memutuskan mendirikan pusat cloud services di Indonesia sebagai bagian dari ekspansi Asia Pasifik.
Menurut Kadin Institute, perkembangan ini menandai babak baru. Indonesia tak lagi sekadar menjadi pasar digital terbesar di Asia Tenggara, tetapi juga mulai diakui sebagai arsitek ekosistem digital regional. Transformasi ini tidak hanya menyangkut infrastruktur teknologi, tetapi juga mendefinisikan ulang posisi ekonomi Indonesia di masa depan.
Direktur Eksekutif Kadi Institute Mulya Amri menekankan bahwa infrastruktur AI akan menjadi fondasi dari sistem ekonomi modern Indonesia. Teknologi ini akan menyentuh seluruh sektor strategis, dari industri dan pendidikan hingga kesehatan dan pertahanan.
“Infrastruktur AI bukan sekadar teknologi. Ini adalah otaknya ekonomi Indonesia ke depan, yang mana akan menyentuh industri, pendidikan, kesehatan, bahkan pertahanan,” tegas Mulya, Senin (14/7/2025).
Sejak awal 2025, pemerintah aktif memperkuat diplomasi teknologi melalui berbagai forum internasional. Salah satu tonggaknya adalah di ajang Mobile World Congress (MWC) di Barcelona.
Delegasi Indonesia saat itu Wakil Menteri Komunikasi dan Digital Angga Raka Prabowo membuka ruang dialog intensif dengan para pemimpin perusahaan teknologi global dan menjadi pintu masuk bagi konsolidasi kepercayaan industri terhadap Indonesia. Salah satu hasilnya adalah komitmen investasi Cisco dalam ekosistem AI nasional, yang kini bergabung dalam kolaborasi strategis bersama Indosat dan NVIDIA.
Mulya mengatakan dengan adanya momentum ini, regulasi digital perlu diarahkan secara progresif. Kadin Indonesia Institute menyoroti pentingnya menyesuaikan kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) agar tidak kaku seperti pada sektor manufaktur. Fokus perlu diarahkan pada pengembangan talenta, kecerdasan lokal, dan kolaborasi teknologi, bukan semata aspek material.