
Selama puluhan tahun, dolar AS menjadi mata uang dominan dalam perdagangan internasional dan dianggap sebagai tempat aman saat krisis. Namun, utang nasional AS yang kini telah melampaui $37 triliun dan kebijakan moneter yang tidak stabil mulai mengikis kepercayaan dunia terhadap dolar. Pencetakan uang yang berlebihan oleh bank sentral menyebabkan devaluasi dan menurunkan daya beli dolar.
Ketidakstabilan ini mendorong negara dan investor mencari alternatif seperti Bitcoin (BTC), yang bersifat terdesentralisasi dan nilainya ditentukan pasar, bukan kebijakan pemerintah. Selain itu, sanksi ekonomi yang diberlakukan AS terhadap beberapa negara dengan memblokir akses ke dolar dan sistem SWIFT memicu negara-negara tersebut untuk mencari cara lain bertransaksi, termasuk menggunakan mata uang kripto.
Perang dagang AS-China yang semakin memanas dengan tarif tinggi dari kedua belah pihak juga mengganggu rantai pasokan global dan mendorong perusahaan serta negara mencari solusi agar tidak bergantung pada dolar AS. Bitcoin dan mata uang kripto lain pun mulai dilirik sebagai alat transaksi alternatif yang bebas dari kontrol politik dan kebijakan proteksionis.
Perkembangan ini menandai pergeseran penting dalam sistem keuangan global, di mana Bitcoin semakin mendapat tempat sebagai opsi mata uang internasional.