
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan tengah menyiapkan aturan baru terkait pajak atas transaksi aset kripto. Perubahan ini mengikuti pergeseran status kripto dari semula dipandang sebagai komoditas menjadi instrumen keuangan.
Dirjen Pajak Bimo Wijayanto menyatakan, perubahan status ini mengharuskan penyesuaian regulasi pajak agar sesuai dengan karakter instrumen keuangan.
Sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 68 Tahun 2022, penghasilan dari perdagangan aset kripto menjadi objek Pajak Penghasilan (PPh). Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas transaksi kripto dibebankan kepada konsumen dan dipungut oleh penyedia platform digital.
Tarif PPN yang berlaku antara lain:
- 1% dari tarif PPN dikalikan nilai transaksi untuk platform yang juga pedagang fisik kripto.
- 2% untuk platform yang bukan pedagang fisik kripto.
PPN dipungut pada saat pembeli membayar ke platform, penukaran kripto antar akun, atau pertukaran kripto dengan barang non-kripto.
Selain PPN, Pajak Penghasilan (PPh) juga dikenakan, dengan tarif Pasal 22 sebesar:
- 0,1% dari nilai transaksi untuk penjual berizin resmi pemerintah.
- 0,2% jika belum mendapat izin.
Perubahan ini menegaskan bahwa pemerintah Indonesia kini melihat aset kripto sebagai bagian penting sistem keuangan yang harus diatur secara ketat, tidak hanya sebagai komoditas biasa.