Jakarta – Uni Eropa (UE) resmi mengumumkan rencana meluncurkan stablecoin yang dibangun di atas blockchain Ethereum. Berbeda dengan stablecoin swasta yang bersifat spekulatif, aset digital ini akan didukung penuh oleh otoritas Eropa. Langkah tersebut diyakini mampu menghadirkan stabilitas, meningkatkan kepercayaan publik, sekaligus mempercepat integrasi blockchain ke dalam sistem keuangan UE.
Pemilihan Ethereum dinilai strategis, mengingat platform ini merupakan jaringan kontrak pintar terbesar dengan rekam jejak keamanan dan skalabilitas tinggi. Dengan dukungan solusi Layer 2, stablecoin UE dapat langsung terkoneksi dengan ekosistem DeFi, dompet digital, hingga layanan pembayaran lintas negara secara real-time.
Kehadiran stablecoin resmi ini dipandang sebagai titik balik adopsi blockchain global. Selain mempercepat settlement keuangan lintas negara, regulasi UE juga berpotensi menjadi model bagi negara lain yang tengah mempertimbangkan penerbitan mata uang digital di blockchain publik.
Sementara itu, di Asia, Ripple bersama SBI Holdings bersiap meluncurkan stablecoin RLUSD di Jepang pada awal 2026. Peluncuran ini mengikuti regulasi stablecoin baru yang disahkan di negara tersebut. Stablecoin RLUSD akan didistribusikan melalui SBI VC Trade, bursa kripto berlisensi milik SBI.
CEO SBI VC Trade, Tomohiko Kondo, menyebut langkah Ripple dapat meningkatkan keandalan dan kenyamanan stablecoin di Jepang. Aturan terbaru Jepang mengizinkan hanya entitas berlisensi, seperti penyedia layanan transfer dana dan bank kepercayaan, untuk menerbitkan stablecoin yang dipatok fiat.
Dengan langkah UE dan Jepang ini, kepercayaan institusional terhadap teknologi blockchain semakin menguat, sekaligus menegaskan posisi Ethereum dan Ripple sebagai fondasi utama dalam masa depan keuangan digital global.
Mau saya tambahkan perbandingan singkat UE vs Jepang soal regulasi stablecoin biar lebih jelas?