Jakarta – Pemakaian mata uang digital, khususnya stablecoin Tether (USDT), membantu Venezuela menjaga aktivitas ekonomi di tengah sanksi Amerika Serikat. Menurut laporan Channel News Asia, Rabu (3/9/2025), perusahaan di Venezuela memanfaatkan USDT untuk membeli bahan baku, membayar pemasok domestik maupun internasional, hingga menjaga perputaran barang pokok seperti makanan.
Sumber Reuters menyebut, perusahaan minyak negara PDVSA telah meningkatkan penggunaan kripto sejak tahun lalu. Ecoanalitica memperkirakan sekitar USD 119 juta (Rp 1,9 triliun) kripto dijual ke sektor swasta pada Juli 2025. Namun, pasokan dolar dari ekspor minyak kian terbatas, setelah lisensi terbatas AS kepada Chevron melarang pembayaran langsung ke pemerintah Venezuela.
Bank sentral Venezuela diketahui menyuntikkan USD 2 miliar (Rp 32,89 triliun) ke pasar valuta asing sepanjang tujuh bulan pertama 2025, turun 14% dibanding periode sama tahun lalu.
Sementara itu di Asia, Korea Selatan tengah menyiapkan rancangan undang-undang (RUU) regulasi stablecoin yang akan diajukan Oktober 2025. Presiden Circle, Heath Tarbert, dijadwalkan bertemu dengan bank besar Korea Selatan seperti KB Kookmin dan Hana untuk membahas kolaborasi penerbitan stablecoin.
Regulasi ini diharapkan memberi kepastian hukum terkait penerbitan stablecoin, manajemen agunan, hingga risiko sistemik, termasuk peluang peluncuran stablecoin berbasis won. Langkah tersebut dinilai dapat mempercepat adopsi stablecoin di Asia serta memperkuat peran aset digital dalam sistem keuangan regional.