Jakarta, 16 September 2025 – Harga Bitcoin (BTC) sempat menyentuh level USD 116.000 atau sekitar Rp1,89 miliar pada Senin (15/9) sebelum terkoreksi di bawah USD 115.000. Kenaikan ini terjadi berkat arus masuk dana ETF, namun sejumlah indikator menunjukkan pasar masih rapuh.
Data Glassnode mencatat momentum spot masih kuat dengan RSI masuk zona jenuh beli. Open interest di pasar futures meningkat, tetapi pelemahan funding rates menandakan permintaan posisi long mulai berkurang. Di pasar opsi, open interest meluas meski volatilitas dan skew menurun, menunjukkan investor cenderung berhati-hati.
Arus masuk dana ke ETF Bitcoin spot AS pada 10 September mencapai 5.900 BTC, tertinggi sejak Juli, mengindikasikan meningkatnya minat institusional. Meski begitu, Crypto Fear and Greed Index turun dari “Greed” menjadi “Neutral” hanya dalam dua hari.
Analis JPMorgan, Nikolaos Panigirtzoglou, menilai harga Bitcoin saat ini masih “terlalu rendah” dibanding emas, dengan proyeksi bisa mencapai USD 126.000 (Rp2,06 miliar) pada akhir 2025. Bank tersebut mencatat volatilitas BTC terhadap emas turun ke rekor terendah, sehingga makin dipandang sebagai aset portofolio.
Di sisi korporasi, KindlyMD mengajukan pendanaan hingga USD 5 miliar untuk menambah cadangan BTC, sementara Strategy Inc. dan Metaplanet masuk indeks global, meningkatkan eksposur Bitcoin ke lebih banyak portofolio dunia.
Investor ternama Michael Saylor menegaskan Bitcoin bahkan mengungguli saham-saham teknologi terbesar AS (Magnificent 7). Strategy, perusahaan yang dipimpinnya, baru saja membeli BTC tambahan senilai USD 217 juta.
Namun, Saylor juga menyoroti kelemahan jaringan Bitcoin yang lambat dan mahal untuk transaksi. Hal ini melahirkan proyek Bitcoin Hyper (HYPER) sebagai solusi lapisan kedua dengan teknologi Solana. HYPER menjanjikan transaksi cepat, murah, serta dukungan smart contract. Proyek ini telah meraup lebih dari USD 16 juta dari penjualan presale token HYPER.