Jakarta – Lembaga pemeringkat global Moody’s Investors Service mengeluarkan peringatan terkait adopsi stablecoin yang semakin masif di pasar negara berkembang, khususnya di Amerika Latin, Afrika, dan Asia Tenggara. Pertumbuhan pesat stablecoin dinilai berpotensi mengancam kendali bank sentral atas mata uang nasional serta stabilitas ekonomi.
Menurut laporan Moody’s, fenomena ini bisa memicu kriptoisasi, yakni kondisi ketika masyarakat lebih memilih menggunakan mata uang kripto ketimbang mata uang resmi. Risiko ini semakin besar di negara yang rentan inflasi tinggi dan bergantung pada remitansi.
Beberapa dampak yang diwaspadai antara lain:
- Hilangnya kendali moneter: Bank sentral kesulitan melakukan intervensi kebijakan.
- Kerentanan sistemik: Risiko penarikan besar-besaran cadangan devisa jika terjadi krisis pada stablecoin.
- Erosi simpanan bank: Dana masyarakat bisa keluar dari sistem perbankan konvensional ke stablecoin.
Moody’s menilai regulator kemungkinan akan merespons dengan memperketat aturan, termasuk pengawasan KYC (Know Your Customer) dan AML (Anti-Money Laundering).
Sebagai preseden, IMF mencatat kasus Argentina, di mana inflasi ekstrem dan kontrol ketat valuta asing mendorong masyarakat beralih ke kripto. Hal ini memicu volatilitas pasar dan kebijakan represif dari pemerintah.
Dengan demikian, meski stablecoin menawarkan stabilitas dan kemudahan transaksi, penggunaannya di negara dengan fondasi ekonomi lemah bisa menjadi ancaman serius bagi sistem moneter tradisional.