Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan pentingnya kolaborasi lintas lembaga, baik domestik maupun internasional, dalam memperkuat pengawasan terhadap aset kripto yang bersifat borderless atau tanpa batas wilayah.
Kepala Departemen Pengawasan Inovasi Aset Keuangan Digital dan Aset Kripto OJK, Dino Milano Siregar, menyampaikan hal tersebut dalam agenda Diseminasi Kajian Kontribusi Ekonomi Kripto terhadap Perekonomian Indonesia yang digelar oleh LPEM FEB UI, Rabu (8/10/2025).
Menurut Dino, pengawasan aset kripto tidak dapat dilakukan secara terpisah karena aktivitasnya melibatkan berbagai yurisdiksi. OJK pun menggandeng sejumlah pihak seperti Kementerian Komunikasi dan Digital, PPATK, BSSN, Bank Indonesia, serta aparat penegak hukum melalui Satgas PASTI dan Indonesia Anti-Scam Centre (IASC) untuk menertibkan entitas tak berizin serta mencegah penipuan di sektor digital.
Di tingkat global, OJK menjalin kerja sama dengan lembaga internasional seperti United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) dan berbagai regulator luar negeri. Indonesia menjadi satu-satunya negara yang menerapkan konsep Self-Regulatory Organization (SRO) untuk pengawasan kripto, yang diharapkan dapat terhubung dengan sistem regulasi negara lain.
“Dengan kolaborasi ini, Indonesia tidak hanya menjadi pengguna teknologi, tetapi juga turut menentukan arah tata kelola global industri aset digital,” ujar Dino.
Dino juga mencatat bahwa transaksi kripto di Indonesia tumbuh signifikan dari Rp 44 triliun pada Januari 2025 menjadi Rp 52,7 triliun pada Juli 2025, dengan jumlah pengguna naik dari 12,9 juta menjadi 16,8 juta. Total akumulasi transaksi selama Januari–Juli 2025 mencapai Rp 224 triliun, dengan nilai pasar rata-rata Rp 29–37 triliun per bulan.
OJK berkomitmen membangun ekosistem kripto yang aman, transparan, dan berintegritas, melalui regulasi adaptif, literasi digital yang kuat, serta sinergi antara akademisi, industri, dan regulator.