Meskipun sentimen pasar kripto tengah bearish, sejumlah analis menyatakan bahwa penurunan harga Bitcoin (BTC) saat ini hanyalah gangguan jangka pendek, bukan akhir dari tren naik yang lebih besar.
Bitcoin saat ini berada di kisaran level support US$ 110.000, dan banyak pihak percaya bahwa penurunan ini justru membuka jalan bagi “blow-off top”, lonjakan harga ekstrem yang dipicu oleh pembelian besar-besaran sebelum koreksi tajam terjadi.
Dalam posting di platform X pada 11 Oktober, pendiri Glassnode, Jan Happel dan Yann Alleman (dikenal dengan nama Negentropic), menyatakan bahwa flash crash ke US$ 118.000 hanyalah ‘benturan sementara di jalan’ menuju kenaikan harga yang lebih tinggi.
“Volatilitas mungkin tetap tinggi dalam beberapa hari ke depan, tapi kami memperkirakan harga akan naik lagi sebelum akhir bulan,” tulis Negentropic.
Ekonom makro Henrik Zeberg juga mendukung pandangan tersebut. Ia menyebut crash ini sebagai mekanisme pembersihan, di mana pasar menghapus leverage berlebih dan memberi ruang untuk kenaikan yang lebih sehat.
Zeberg memperingatkan bahwa kondisi saat ini bisa memicu FOMO (fear of missing out) dari investor ritel, yang akan mendorong lonjakan pembelian, skenario klasik menuju blow-off top.
Di tengah ketidakpastian, para ahli menyarankan investor untuk tetap berpegang pada strategi jangka panjang seperti Dollar Cost Averaging (DCA) untuk menghadapi volatilitas pasar. Dengan DCA, investor membeli secara bertahap tanpa mencoba menebak puncak atau dasar pasar.
Sebagaimana diketahui, penurunan Bitcoin terjadi setelah pasar kripto kehilangan lebih dari US$ 400 miliar dalam 24 jam, dipicu oleh eskalasi baru dalam perang dagang antara Amerika Serikat dan China. Kedua negara kembali saling mengancam tarif setelah sebelumnya menunjukkan tanda-tanda mereda.
Saat artikel ini ditulis, harga Bitcoin berada di angka US$ 111.683, turun lebih dari 8 persen dalam 24 jam terakhir, dan anjlok 8,6 persen dalam sepekan. Bulls kini menghadapi tantangan besar untuk mempertahankan support US$ 110.000, agar harga bisa mencoba menembus resisten di US$ 115.000.