Jakarta – Parlemen Kenya resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyedia Layanan Aset Virtual 2025, yang menjadi langkah besar negara tersebut menuju regulasi aset kripto. Kini, RUU itu tinggal menunggu tanda tangan Presiden William Ruto untuk diberlakukan secara resmi.
Dilansir dari Yahoo Finance, Ketua Komite Keuangan Kenya Kuria Kimani menyebut langkah ini diharapkan menjadikan Kenya sebagai “pintu gerbang kripto ke Afrika”. Menurutnya, mayoritas generasi muda berusia 18–35 tahun di Kenya kini aktif menggunakan aset digital untuk perdagangan, investasi, dan transaksi harian.
RUU ini menetapkan dua lembaga utama sebagai regulator industri kripto, yakni Bank Sentral Kenya (Central Bank of Kenya) yang akan mengatur transaksi fiat ke aset virtual, serta Otoritas Pasar Modal Kenya yang akan mengawasi broker, penasihat investasi, dan manajer aset digital.
Afrika saat ini mencatat pertumbuhan signifikan dalam adopsi kripto. Berdasarkan laporan Chainalysis, kawasan Sub-Sahara Afrika menempati peringkat ketiga dunia dalam penggunaan aset digital, dengan Kenya berada di posisi keempat di antara negara-negara Afrika berdasarkan total nilai transaksi sebesar USD 20 miliar (Rp 331,5 triliun) dari Juli 2024 hingga Juni 2025.
Analis kripto Nic Puckrin dari Coin Bureau menilai langkah ini sebagai upaya Kenya untuk mengejar ketertinggalan dari Afrika Selatan, yang telah lebih dulu menerapkan rezim perizinan kripto sejak 2023. Ia menegaskan, Kenya harus bergerak cepat agar dapat merealisasikan ambisinya menjadi pusat kripto utama di benua Afrika.