Pandangan hawkish dari Bank of Japan (BoJ) kembali mengguncang pasar keuangan global. Anggota dewan BoJ, Naoki Tamura, menyampaikan bahwa Jepang perlu menaikkan suku bunga mendekati tingkat netral seiring dengan meningkatnya tekanan inflasi.
Sementara itu, pasar masih menantikan kejelasan arah kebijakan dari Amerika Serikat yang juga berperan besar terhadap arus modal global. Kombinasi dua faktor ini menciptakan ketidakpastian yang berpotensi meningkatkan volatilitas dan menekan aset berisiko seperti pasar kripto.
Kebijakan Hawkish Bank of Japan dan Dampaknya terhadap Likuiditas Global
Selama satu dekade terakhir, BoJ dikenal sebagai bank sentral yang paling longgar dalam kebijakannya.
Suku bunga ultra rendah membuat investor Jepang mencari peluang di luar negeri melalui strategi carry trade, meminjam yen dengan bunga rendah untuk diinvestasikan ke aset dengan imbal hasil lebih tinggi seperti saham, obligasi, dan kripto.
Namun, pernyataan hawkish dari Naoki Tamura menandai potensi perubahan besar dalam dinamika tersebut.
Tamura menyebutkan bahwa suku bunga Jepang saat ini, 0.5%, masih jauh dari tingkat netral yang seharusnya sekitar 1%. Menurutnya, inflasi yang terus melampaui target 2% menandakan bahwa perekonomian Jepang sudah cukup kuat untuk menanggung kenaikan suku bunga lanjutan.
Dengan kenaikan bertahap, BoJ ingin menghindari risiko harus menaikkan suku bunga secara drastis di masa depan.
Langkah ini, jika benar-benar diambil, dapat mempersempit perbedaan suku bunga antara Jepang dan Amerika Serikat. Akibatnya, arus dana global yang sebelumnya mengalir ke aset berisiko bisa berbalik arah ke Jepang.
Investor yang selama ini memanfaatkan carry trade mungkin akan mulai menarik dananya dari pasar global, termasuk dari kripto. Ketika arus modal keluar meningkat, likuiditas pasar kripto akan menurun dan harga cenderung lebih mudah terkoreksi.
Situasi semakin kompleks dengan belum adanya kepastian dari The Federal Reserve mengenai waktu penurunan suku bunga. Jika The Fed tetap menahan kebijakannya sementara BoJ terus menaikkan suku bunga, jarak antara dua kebijakan ini akan semakin menyempit.
Perubahan kecil dalam ekspektasi pasar terhadap kedua bank sentral bisa memicu fluktuasi besar dalam nilai tukar yen dan dolar, yang pada akhirnya berdampak pada pasar keuangan global, termasuk aset digital.
Selain itu, kebijakan hawkish BoJ juga dapat menjadi sinyal bahwa era likuiditas murah global sudah benar-benar berakhir. Investor institusional kemungkinan akan meninjau kembali portofolio mereka, mengurangi eksposur pada aset berisiko, dan beralih ke aset yang dianggap lebih stabil.
Kondisi ini menjadi risiko tersendiri bagi kripto, yang masih dianggap sebagai aset spekulatif dengan volatilitas tinggi.
Volatilitas Pasar Kripto di Tengah Ketidakpastian Global
Pasar kripto selama ini diuntungkan oleh era suku bunga rendah yang menciptakan aliran dana besar menuju aset berisiko. Namun, perubahan arah kebijakan moneter Jepang bisa menjadi pemicu baru meningkatnya volatilitas.
Jika carry trade mulai dibongkar secara besar-besaran, maka tekanan jual pada aset berisiko kemungkinan akan meningkat, dan kripto tidak terkecuali.
Perubahan kebijakan BoJ dapat menciptakan efek domino di pasar global. Saat investor Jepang menarik dana dari aset luar negeri, permintaan terhadap yen akan meningkat, menyebabkan penguatan mata uang tersebut.
Kondisi ini biasanya diikuti oleh penurunan harga aset berisiko karena investor global menyesuaikan eksposur mereka. Kripto yang sangat sensitif terhadap perubahan sentimen global kemungkinan akan merespons dengan fluktuasi tajam.
Sementara itu, ketidakpastian kebijakan The Fed juga menjadi faktor yang memperburuk situasi. Jika bank sentral AS menunda pemangkasan suku bunga, pasar akan tetap berada dalam kondisi waspada.
Investor akan cenderung menahan diri dan menghindari aset berisiko sampai arah kebijakan lebih jelas. Dalam konteks ini, kripto bisa kehilangan sebagian permintaan jangka pendek karena investor mencari perlindungan dari potensi koreksi.
Namun, volatilitas tidak selalu berarti hal buruk bagi semua pihak. Bagi trader berpengalaman, kondisi ini bisa membuka peluang jangka pendek untuk memanfaatkan pergerakan harga yang cepat.
Peningkatan volume perdagangan di tengah ketidakpastian sering kali menciptakan kesempatan untuk meraih keuntungan dari fluktuasi. Meski begitu, risiko tetap tinggi dan kesalahan langkah dapat berujung pada kerugian besar.
Dalam jangka menengah, perubahan kebijakan BoJ dapat menjadi ujian bagi daya tahan pasar kripto terhadap tekanan makroekonomi.
Apabila kripto mampu mempertahankan minat investor meski di tengah suku bunga tinggi dan likuiditas ketat, hal ini dapat memperkuat posisinya sebagai kelas aset yang lebih matang.
Namun, untuk saat ini, ketidakpastian masih menjadi tema utama yang membuat pasar kripto rawan terhadap koreksi mendadak.
Selain itu, investor juga perlu memantau dampak kebijakan moneter terhadap dolar AS, karena pergerakan dolar sering kali berbanding terbalik dengan aset kripto.
Jika dolar melemah akibat kebijakan The Fed yang longgar, kripto berpotensi pulih. Sebaliknya, jika dolar tetap kuat karena investor mencari aset aman, maka tekanan jual di pasar kripto dapat berlanjut lebih lama.
Perubahan arah carry trade juga dapat memengaruhi pasar stablecoin dan arus modal ke platform kripto besar.
Dengan meningkatnya volatilitas mata uang utama, investor mungkin lebih berhati-hati dalam melakukan transfer lintas negara dan menjaga posisi mereka dalam bentuk stablecoin seperti USDT atau USDC.
Meskipun hal ini bisa memperkuat permintaan jangka pendek terhadap stablecoin, pasar kripto secara keseluruhan tetap berisiko menghadapi tekanan jual yang lebih luas.