Memanasnya tensi dagang antara Amerika Serikat (AS) pada akhir pekan lalu, membuat pasar keuangan panas dingin. Pasar aset kripto pada Jumat lalu terkena imbasnya dengan mencatatkan likuidasi terbesar dalam sejarah, mencapai US$19 miliar. Kondisi itu ternyata juga ikut terlihat pada platform perdagangan kripto asal Indonesia, Indodax.
Vice President Indodax, Antony Kusuma menceritakan bagaimana gejolak yang terjadi di global mengalir ke investor lokal. Dalam pandangannya, ketika Presiden AS, Donald Trump mengumumkan akan menaikkan tarif dagang ke Cina sebanyak 100%, gelombang jual mengalir deras di platform-nya.
Namun kondisinya tidak lama, karena selang beberapa waktu, banyak juga pihak yang melakukan aksi beli. Memanfaatkan turunnya harga Bitcoin di pasar.
“Kondisi itu membuat volume perdagangan di platform melonjak menjadi yang tertinggi di Oktober dalam satu hari. Mencapai hampir Rp2 triliun,” jelas Antony.
Lebih jauh menurutnya, beberapa hari setelahnya, Trump membuat pernyataan yang membuat pasar cukup tenang dan akhirnya mendorong aktivitas beli meningkat di area support.
Meski demikian, Antony cukup optimistis terhadap harga Bitcoin (BTC) ke depannya. Meskipun dalam jangka pendek aktivitas perdagangan masih akan sangat mendapat pengaruh dari sentimen tarif dagang AS-Cina, namun secara historis setiap koreksi, diikuti oleh pemulihan harga yang lebih tinggi.
Selain itu, sikap Trump sendiri yang menunjukkan keberpihakan terhadap kripto menjadi dasar kuat bagi banyak pihak untuk tetap percaya diri terhadap aset kripto.
Jumlah Investor Naik Tajam
Sementara itu, menyoal performa bisnis. Antony mengakui bahwa potensi pertumbuhan aset kripto di Indonesia masih sangat tiggi. Berdasarkan riset internal, dari 24% masyarakat yang sudah aktif berinvestasi, baru 16% yang menyadari tentang aset kripto.
Hal itu menjadikan ceruk tersendiri yang menarik untuk dikembangkan secara lebih dalam. Oleh karena itu, Antony mengaku masih terus menaruh fokusnya pada investor ritel.
Sampai dengan saat ini, perusahaan sudah mengelola sekitar 9,3 juta pengguna. Jumlah itu bertambah signifikan dari posisi tahun lalu yang berada di 7 juta pengguna. Menariknya, dari jumlah tersebut lebih dari 90% merupakan investor ritel.