Jakarta, 20 Oktober 2025 – Pemerintah China turun tangan menunda rencana beberapa raksasa teknologi, termasuk Ant Group dan JD.com, untuk menerbitkan stablecoin yang dipatok yuan di Hong Kong. Langkah ini terjadi setelah Bank Sentral China (PBoC) dan Administrasi Ruang Siber Tiongkok meminta kedua perusahaan menunda proyek mereka, menurut laporan Financial Times.
Raksasa teknologi tersebut sebelumnya telah mendorong izin peluncuran stablecoin menjelang berlakunya rezim perizinan baru di Hong Kong. Namun, regulator China khawatir penerbitan stablecoin oleh perusahaan swasta dapat menimbulkan risiko bagi mata uang digital bank sentral Tiongkok, e-CNY, yang adopsinya masih terbatas. Gubernur PBoC, Zhou Xiaochuan, menyoroti risiko penerbitan berlebih dan leverage tinggi dalam operasi stablecoin.
Ant Group dan JD.com termasuk dari 77 perusahaan yang menyatakan minat mengajukan lisensi stablecoin di Hong Kong, wilayah yang diposisikan sebagai ruang uji regulasi kripto. Namun, regulator China juga baru-baru ini memperlambat proses tokenisasi aset dunia nyata di Hong Kong dan meminta beberapa broker besar menunda riset yang mendukung stablecoin.
Secara global, minat terhadap stablecoin terus meningkat. Sejumlah bank besar internasional seperti Banco Santander, Bank of America, Barclays, Citi, Deutsche Bank, Goldman Sachs, dan UBS tengah menjajaki penerbitan token digital yang dipatok mata uang G7 dan beroperasi di blockchain publik, bertujuan meningkatkan persaingan dan efisiensi pembayaran.
Stablecoin, yang didukung oleh mata uang fiat non-volatil seperti dolar AS, euro, atau yen, kini menjadi arus utama, dengan perusahaan besar seperti Meta dan Amazon serta bank besar menunjukkan minat menerbitkannya. Analis Standard Chartered memperkirakan stablecoin dapat menarik hingga USD 1 triliun (sekitar Rp 16.608 triliun) simpanan dari pasar negara berkembang dalam tiga tahun ke depan, menegaskan potensi signifikan aset digital ini di pasar global.