Jakarta — Presiden terpilih Bolivia, Rodrigo Paz, mengumumkan rencana ambisius untuk memanfaatkan teknologi blockchain dalam mereformasi sistem pengadaan barang dan jasa pemerintah guna memerangi praktik korupsi serta memperkuat stabilitas ekonomi nasional.
Dilansir Cointelegraph, Selasa (21/10/2025), Paz memenangkan pemilu putaran kedua dengan 54,5% suara, dan akan resmi menjabat pada 8 November 2025. Ia mewarisi ekonomi yang tertekan akibat krisis bahan bakar dan kelangkaan dolar AS.
Dalam platform pemerintahannya, Paz mengusung dua kebijakan utama berbasis blockchain. Pertama, penerapan smart contract untuk mengotomatisasi proses pengadaan pemerintah, sehingga meminimalkan campur tangan manusia dan peluang manipulasi. Kedua, peluncuran program deklarasi aset kripto nasional, di mana warga dapat melaporkan kepemilikan aset digital untuk dikonversi menjadi dana stabilisasi valuta asing.
Berbeda dengan El Salvador yang menjadikan Bitcoin sebagai alat pembayaran resmi, Bolivia berfokus pada pemanfaatan kripto untuk efisiensi dan stabilitas ekonomi, bukan sebagai simbol ideologis.
Sejak bank sentral Bolivia mencabut larangan transaksi kripto pada Juni 2024, volume perdagangan aset digital meningkat dua kali lipat, dengan nilai transaksi bulanan mencapai USD 46,8 juta per Juni 2025. Sejumlah perusahaan besar seperti Toyota dan Yamaha bahkan mulai menerima pembayaran menggunakan stablecoin USDT.
Adopsi blockchain juga didorong oleh data World Economic Forum (WEF) yang menyebut 10–30% dana proyek publik global hilang akibat korupsi. Dengan sistem berbasis blockchain, setiap transaksi dan tender akan tercatat secara permanen dan transparan, sehingga dapat diawasi publik secara real-time.
Meski menjanjikan, para ahli memperingatkan tantangan seperti biaya implementasi, skalabilitas jaringan, dan perlindungan data vendor.
Selain itu, Bolivia telah menandatangani nota kesepahaman dengan El Salvador pada Juli 2025 untuk kerja sama kebijakan kripto dan pertukaran data intelijen keuangan. Sektor swasta juga mulai ikut beradaptasi, seperti Banco Bisa yang meluncurkan layanan kustodian USDT, serta YPFB yang menjajaki penggunaan kripto untuk impor energi.
Langkah Rodrigo Paz dinilai sebagai pendekatan pragmatis dan realistis, yang berpotensi menjadikan Bolivia salah satu pionir adopsi blockchain di sektor publik Amerika Latin setelah pelantikannya pada November mendatang.