Industri custody crypto menunjukkan lonjakan besar selama dua tahun terakhir. Berdasarkan laporan Tiger Research 2025, nilai pasar global layanan penyimpanan aset digital naik dari USD 447,9 miliar pada 2022 menjadi USD 683 miliar pada 2024 — meningkat lebih dari 50%.
Pertumbuhan ini dipicu oleh masuknya investor institusional, seperti manajer dana, perusahaan publik, dan lembaga keuangan tradisional yang mulai mengelola portofolio kripto dalam jumlah besar.
Lonjakan Institusi Picu Ledakan Custody
Awalnya, layanan custody hanya digunakan oleh exchange kripto untuk menyimpan aset pengguna. Namun kini, permintaan datang dari ETF digital, perusahaan treasury, dan bank besar yang membutuhkan solusi penyimpanan aman dan teregulasi.
Data Tiger Research menunjukkan rata-rata pertumbuhan tahunan industri ini berada di kisaran 17–25%, dan angka sebenarnya bisa lebih tinggi seiring meningkatnya arus modal institusional.
Institusi membutuhkan penyimpanan aset yang memenuhi standar audit dan regulasi keuangan tradisional. Inilah yang menjadikan custody crypto sebagai infrastruktur penting di era adopsi massal aset digital.
Dari Krisis ke Regulasi: Awal Mula Custody Modern
Industri custody lahir dari krisis. Tragedi Mt. Gox pada 2014, di mana 850.000 Bitcoin dicuri, menjadi titik balik yang memaksa pembentukan sistem penyimpanan aset kripto yang aman dan terverifikasi.
Sejak saat itu, regulasi di Amerika Serikat, Jepang, dan Asia mulai berkembang. Kini, beberapa negara seperti Singapura, Hong Kong, dan Korea Selatan memperkuat payung hukum bagi perusahaan custody agar terintegrasi dalam sistem keuangan resmi.
Tiga Model Bisnis Custody yang Mendominasi
Tiger Research mengidentifikasi tiga model utama bisnis custody yang tumbuh di 2025:
- Traditional Custody Model — Fokus utama pada keamanan penyimpanan. Contohnya, Coinbase Custody, yang kini memegang aset untuk 9 dari 11 ETF Bitcoin spot di AS.
- Hybrid Model — Menggabungkan penyimpanan, perdagangan, dan layanan tokenisasi seperti BitGo, yang berekspansi ke Asia melalui regulasi Hong Kong dan Singapura.
- Technology Provider Model — Menyediakan infrastruktur custody berbasis SaaS (Software-as-a-Service). Pemain utama di segmen ini adalah Fireblocks, yang mengelola lebih dari USD 200 miliar aset dari 1.800 institusi global.
Masing-masing model menawarkan keunggulan berbeda — dari rekam jejak regulasi hingga kemampuan integrasi lintas sistem keuangan.
Asia Jadi Medan Persaingan Baru
Wilayah Asia kini menjadi pusat ekspansi custody global.
- Singapura mewajibkan semua penyedia layanan custody — bahkan yang hanya melayani klien luar negeri — untuk mendapatkan izin dari Monetary Authority of Singapore (MAS).
- Hong Kong menerapkan sistem terpadu Virtual Asset Trading Platform (VATP) yang menggabungkan perdagangan dan penyimpanan dalam satu lisensi.
- Jepang menekankan keamanan ekstrem dengan kewajiban menyimpan 95% aset di cold wallet dan audit rutin.
- Korea Selatan menyiapkan fase regulasi baru untuk memperluas layanan ke security token (STO) dan real-world asset (RWA) tokenization.
Persaingan antarnegara ini menunjukkan arah yang sama: custody crypto kini menjadi fondasi utama keuangan digital yang teregulasi.
Institusi Mulai Angkat Standar
Ketika aset digital berpindah dari investor ritel ke lembaga institusi, standar keamanannya ikut meningkat.
Perusahaan seperti Coinbase, BitGo, dan Fireblocks memperkuat posisi dengan lisensi trust charter dan pengawasan regulator seperti SEC (AS) dan BaFin (Jerman).
Fokus ke depan tidak hanya soal penyimpanan, tetapi juga integrasi dengan sistem perbankan, audit, serta manajemen risiko tingkat korporasi.