Pasar kripto mulai ramai dengan spekulasi soal dimulainya altcoin season (altseason) atau masa di mana altcoin mencatat kenaikan signifikan dibanding Bitcoin (BTC).
Namun, analis menilai fase tersebut belum akan benar-benar dimulai sebelum Ethereum (ETH) berhasil menembus dan bertahan di atas Rp83 juta atau sekitar $5.000.
Likuiditas Jadi Kunci Kenaikan Altcoin
Melansir dari Coinomedia, altseason sejati hanya akan terjadi ketika likuiditas global membaik.
Sinyal awalnya datang dari Federal Reserve (The Fed) yang mulai mengindikasikan pergeseran kebijakan dari Quantitative Tightening (QT) ke Quantitative Easing (QE).
Kebijakan QE berarti lebih banyak uang beredar di sistem keuangan. Hal ini umumnya mendorong investor kembali ke aset berisiko seperti kripto, termasuk altcoin.
Pola ini pernah terjadi pada Maret 2020, ketika stimulus besar-besaran memicu reli harga aset digital.
Ethereum Jadi Barometer Altseason
Ethereum disebut sebagai pemimpin alami pasar altcoin. Kekuatan harga ETH sering mencerminkan tingkat kepercayaan pasar terhadap aset kripto di luar Bitcoin.
Namun, selama ETH gagal mempertahankan level psikologis di atas $5.000 atau kisaran $83 juta, kapitalisasi pasar altcoin masih tertahan dan belum menunjukkan tren bullish berkelanjutan.
Beberapa aset seperti Binance Coin (BNB), Tron (TRX), dan Solana (SOL) memang mulai menunjukkan penguatan sejak awal 2023, tetapi belum cukup kuat untuk menandai siklus baru tanpa konfirmasi dari Ethereum.
Pasar Masih Rentan terhadap Volatilitas
Meski The Fed mulai memberi sinyal pelonggaran, market maker sempat memicu aksi likuidasi besar yang mengingatkan pada gejolak 2020.
Aksi semacam ini kerap dilakukan untuk membersihkan posisi leverage tinggi sebelum tren besar dimulai.
Analis menyarankan investor untuk tidak terpaku pada pergerakan harian, melainkan fokus pada tren makro yang menunjukkan bahwa pasar kripto secara keseluruhan masih berada di jalur pemulihan jangka panjang.