Jakarta – Di tengah meningkatnya adopsi institusional dan hadirnya ETF Bitcoin Spot, volatilitas Bitcoin (BTC) masih menjadi perhatian utama. Analis senior sekaligus pendiri Fundstrat Global Advisors, Tom Lee, memperingatkan bahwa harga Bitcoin berpotensi turun hingga 50%, terutama jika terjadi koreksi besar di pasar saham global.
Dalam wawancara bersama pengusaha kripto Anthony Pompliano, Lee menjelaskan bahwa harga Bitcoin sering mengikuti arah pasar saham, sehingga gejolak di bursa dapat berdampak besar pada nilai aset kripto tersebut.
“Jika terjadi koreksi besar di bursa saham, nilai Bitcoin bisa turun hingga separuhnya,” ujarnya dikutip dari CoinMarketCap, Jumat (24/10/2025).
Saat ini, harga Bitcoin berada di kisaran USD 109.981 atau sekitar Rp 1,77 miliar (kurs Rp 16.100 per dolar AS). Jika prediksi Lee terbukti, harga bisa jatuh ke bawah USD 55.000, level yang terakhir tercatat pada September 2024.
Lee juga menilai bahwa Bitcoin kini mulai menyimpang dari pola siklus empat tahunan yang selama ini menjadi acuan investor. Meski sempat optimistis bahwa BTC bisa menembus USD 200.000–250.000 pada akhir tahun, ia kini mengakui adanya potensi koreksi besar di kisaran USD 125.000.
Pandangan serupa diutarakan analis pasar senior Peter Brandt, yang membandingkan pola Bitcoin saat ini dengan pasar kedelai pada 1970-an, yang kala itu anjlok hingga 50% dalam waktu singkat.
Namun, sebagian pelaku industri tetap optimistis terhadap masa depan Bitcoin. Eksekutif strategi Michael Saylor menegaskan bahwa “musim dingin kripto tidak akan kembali,” menandakan keyakinan pada ketahanan jangka panjang aset digital ini.
Meski pandangan para analis berbeda, pasar sepakat bahwa volatilitas kripto masih tinggi, dengan kebijakan global dan kondisi makroekonomi menjadi faktor utama yang menentukan arah harga Bitcoin ke depan.