Jakarta – Harga Bitcoin kembali melemah lebih dari 1,7% dalam 24 jam terakhir ke level USD 108.200 atau sekitar Rp 1,79 miliar pada Jumat (31/10/2025), seiring koreksi pasar kripto global sebesar 2,21%. Tekanan ini dipicu oleh kombinasi faktor makroekonomi, teknikal, serta likuidasi besar-besaran di pasar derivatif.
Penurunan terjadi setelah Ketua The Federal Reserve, Jerome Powell, menyatakan bahwa pemangkasan suku bunga pada Desember “bukan hal yang pasti.” Pernyataan tersebut mengguncang pasar keuangan global dan memicu perpindahan modal ke aset aman seperti emas dan dolar AS.
Analis Tokocrypto, Fyqieh Fachrur, menjelaskan bahwa ketidakpastian kebijakan moneter dan tensi politik di AS turut menekan minat terhadap aset berisiko, termasuk kripto. Secara teknikal, Bitcoin menembus level support penting di USD 108.000, serta jatuh di bawah 200-day EMA dan level Fibonacci 23,6%, yang memperparah tekanan jual.
Data dari CoinGlass menunjukkan lebih dari USD 1,1 miliar posisi derivatif kripto dilikuidasi dalam 24 jam terakhir, termasuk USD 268 juta posisi long Bitcoin. Kenaikan open interest 4,7% menandakan tekanan jual dari posisi short baru.
Meski demikian, Fyqieh menilai peluang pemulihan masih terbuka. Secara historis, November merupakan bulan positif bagi Bitcoin dengan rata-rata kenaikan 46% dalam 12 tahun terakhir. Ia memperkirakan Bitcoin dapat rebound menuju USD 115.000–USD 120.000 jika The Fed mulai melonggarkan kebijakan moneter dan hubungan dagang AS–China tetap stabil.
Kendati situasi jangka pendek masih bearish, sejumlah analis menilai koreksi saat ini bisa menjadi fase konsolidasi terakhir sebelum potensi reli akhir tahun.