Harga XRP kembali anjlok seiring memanasnya situasi ekonomi Amerika Serikat (AS).
Pemerintah AS tengah mengalami shutdown terpanjang dalam sejarah, memicu kepanikan pasar global dan menyeret aset kripto utama ke zona merah.
Shutdown AS Lumpuhkan Data Ekonomi
Selama lebih dari 34 hari, government shutdown di AS menghentikan publikasi data ekonomi penting seperti inflasi, ketenagakerjaan, dan penjualan ritel.
Tanpa data baru, pelaku pasar kehilangan acuan untuk menilai kondisi ekonomi. Akibatnya, ketidakpastian meningkat dan investor beralih ke aset yang lebih aman.
Indeks saham utama seperti Nasdaq turun 2%, sementara S&P 500 melemah 1,2% dalam sepekan terakhir. Saham teknologi besar seperti Nvidia, Palantir, dan Tesla ikut tertekan.
Tekanan itu menjalar ke pasar kripto, dengan Bitcoin sempat turun di bawah $100.000, dan XRP terkoreksi ke level $2,19.
Secara teknikal, XRP kini berada di area berisiko. Berdasarkan data dari TradingView, harga gagal bertahan di atas rentang $2,30–$2,40, menembus batas bawah Bollinger Band di sekitar $2,20.
Pola Heikin Ashi menunjukkan tekanan jual masih mendominasi, dengan rangkaian lower high dan lower low sejak Agustus lalu.
Jika level $2,00 kembali ditembus, target penurunan berikutnya berada di $1,80 dan $1,50, dua area historis yang sebelumnya menjadi titik konsolidasi pada akhir 2024.
Namun, potensi penurunan ekstrem ke $1,00 dinilai masih kecil selama fundamental XRP tetap kuat.
Faktor Makro Tekan Seluruh Pasar Kripto
Situasi makro global memperburuk tekanan di pasar. Karena data ekonomi AS tertahan, pelaku pasar tidak bisa memprediksi arah kebijakan suku bunga Federal Reserve.
Ketidakpastian tersebut mendorong Indeks Dolar (DXY) naik ke 100,23, menandakan meningkatnya permintaan terhadap dolar AS.
Kondisi risk-off juga terlihat di pasar komoditas. Harga emas dan minyak menurun karena investor menghindari aset berisiko.
Dalam situasi seperti ini, kripto seperti XRP cenderung tertekan akibat keluarnya likuiditas dari pasar spekulatif.