Dalam keuangan tradisional, inflasi dianggap sebagai penurunan nilai uang dari waktu ke waktu. Namun di dunia kripto, konsep ini justru diatur lewat kode.
Bitcoin dan Ethereum, dua aset digital terbesar di pasar, punya cara berbeda untuk melawan inflasi dan menjaga nilainya di masa depan.
Kedua sistem ini punya filosofi berbeda: Bitcoin menawarkan kepastian total, sedangkan Ethereum lebih adaptif terhadap perubahan. Dari perbedaan ini, mana yang lebih aman dari inflasi?
Bitcoin: Uang Langka yang Tak Bisa Ditambah
Sejak diluncurkan tahun 2009, Bitcoin memiliki aturan yang tidak berubah: setiap 210.000 blok, hadiah untuk penambang dipotong setengah, proses ini disebut halving. Awalnya hadiah per blok sebesar 50 BTC, kini hanya 3,125 BTC, dan akan terus berkurang hingga akhirnya berhenti di sekitar tahun 2140.
Artinya, tidak akan pernah ada lebih dari 21 juta Bitcoin yang beredar. Dengan tingkat pertumbuhan pasokan di bawah 1% per tahun, Bitcoin kini bahkan lebih langka dibandingkan emas yang bertambah sekitar 1,5% per tahun.
Kelebihan Bitcoin adalah prediktabilitas. Semua orang tahu berapa banyak koin yang akan ada di masa depan.
Namun sisi negatifnya, saat hadiah blok habis, pendapatan penambang hanya bergantung pada biaya transaksi. Ini memunculkan pertanyaan: apakah jaringan tetap aman tanpa inflasi tambahan?
Ethereum: Sistem yang Bisa Menyesuaikan Inflasi
Berbeda dari Bitcoin, Ethereum lebih seperti sistem ekonomi yang bisa berubah mengikuti kebutuhan. Sejak dirilis pada 2015, jaringan ini sudah mengalami beberapa pembaruan besar yang menurunkan tingkat inflasinya.
- Byzantium (2017): hadiah blok dikurangi dari 5 ETH menjadi 3 ETH.
- Constantinople (2019): turun lagi menjadi 2 ETH.
- London Upgrade (2021): memperkenalkan EIP-1559, sistem pembakaran biaya transaksi.
- The Merge (2022): beralih ke Proof-of-Stake, mengurangi penerbitan token hingga 90%.
Kini, ketika aktivitas jaringan tinggi, jumlah ETH yang dibakar bisa melebihi jumlah yang diterbitkan. Inilah yang membuat Ethereum kadang mengalami deflasi, pasokannya justru berkurang. Karena itu, ETH dijuluki “ultrasound money”, menandingi Bitcoin yang disebut “sound money.”
Dua Pendekatan, Satu Tujuan
Meski berbeda arah, baik Bitcoin maupun Ethereum sama-sama ingin melindungi nilai dari inflasi.
- Bitcoin mengandalkan pasokan tetap dan aturan yang tidak bisa diubah.
- Ethereum bergantung pada mekanisme pembakaran dan penyesuaian dinamis agar suplai tetap terkendali.
Bitcoin membuat kita percaya pada kode yang konstan, sementara Ethereum menekankan kepercayaan pada sistem yang terus berkembang.
Bitcoin cocok untuk investor yang mencari stabilitas dan kepastian. Ethereum lebih menarik bagi mereka yang percaya pada inovasi dan fleksibilitas teknologi keuangan masa depan.