
Tidak hanya Bitcoin (BTC), kini sejumlah perusahaan mulai memasukkan Ethereum (ETH) ke dalam neraca keuangan mereka sebagai bentuk investasi. Ethereum dianggap sebagai akses ke teknologi dasar keuangan terdesentralisasi (DeFi) dan dunia aset digital yang terus berkembang.
Menurut data, langkah ini masih didominasi oleh perusahaan kripto kecil seperti BitMine Immersion Technologies (BMNR), namun perusahaan besar seperti Coinbase Global (COIN) juga tercatat memiliki aset kripto senilai lebih dari USD 440 juta (sekitar Rp 7,17 triliun).
Ethereum sebagai kripto terbesar kedua berdasarkan kapitalisasi pasar, memiliki fungsi unik dengan kemampuan menjalankan aplikasi dan kontrak pintar (smart contract) secara langsung di blockchain tanpa perantara. Saat ini, Ethereum menguasai lebih dari 51% pasar sebagai infrastruktur utama transaksi digital.
Ray Youssef, CEO pasar kripto NoOnes, menilai tokenisasi yang dimungkinkan Ethereum menjadi aplikasi utama dan bahkan menyatakan Ethereum memiliki kegunaan lebih banyak dibanding Bitcoin.
Seiring dengan kenaikan harga Ethereum lebih dari 60% dalam sebulan terakhir mendekati Rp 61,9 juta, beberapa perusahaan mulai mencari pendanaan untuk membeli ETH, strategi yang mirip dengan pengumpulan Bitcoin oleh MicroStrategy.
Meski begitu, investasi di Ethereum tetap berisiko karena harga kripto sangat fluktuatif. Sepanjang tahun ini, pengembalian investasi Ethereum tercatat 14%, masih tertinggal dari Bitcoin yang naik 26%.