Jakarta, 26 Juli 2025 β Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tengah menyiapkan langkah strategis untuk memperluas skema perpajakan atas aset kripto, seiring perubahan klasifikasi kripto dari komoditas digital menjadi instrumen finansial yang lebih kompleks.
CEO Tokocrypto, Calvin Kizana, menyebut bahwa langkah ini sejalan dengan pesatnya perkembangan kripto, yang kini digunakan tak hanya sebagai aset jual-beli, tetapi juga instrumen investasi dan derivatif. Menurutnya, regulasi perpajakan yang adaptif penting untuk menciptakan kepastian hukum dalam ekosistem keuangan digital nasional.
Perubahan ini juga didukung oleh peralihan pengawasan aset kripto dari Bappebti ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sejak awal 2025. βIni menunjukkan kripto kini dianggap sebagai bagian dari sistem keuangan yang perlu diawasi secara komprehensif,β ujar Calvin.
Saat ini, transaksi kripto masih dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 berdasarkan PMK Nomor 63/PMK.03/2022. Pada kuartal I 2025, penerimaan pajak dari transaksi kripto tercatat mencapai Rp 1,21 triliun.
Namun ke depan, dengan pengelompokan kripto sebagai instrumen finansial, pemerintah membuka peluang untuk pengenaan pajak tambahan, termasuk atas aktivitas investasi terstruktur, pengelolaan portofolio digital, hingga layanan derivatif kripto.
Calvin mendukung penuh langkah ini karena dinilai akan memberikan kejelasan bagi pelaku usaha dan investor, serta mendorong inovasi dalam sektor keuangan digital Indonesia.