Jakarta, Indonesia – Data on-chain terbaru dari Glassnode menunjukkan bahwa Bitcoin mulai menunjukkan tanda-tanda stabilisasi setelah periode aksi ambil untung yang intens mulai mereda di tengah tekanan pasar global.
Setelah mencapai rekor tertinggi USD 123.000 pada Juli 2025, Bitcoin kini menghadapi celah suplai tipis di kisaran USD 110.000 hingga USD 117.000, yang disebut sebagai “air gap“—wilayah harga dengan sedikit aktivitas historis dan berpotensi rawan volatilitas. Namun, minat beli dari investor oportunistik tampaknya membantu menahan penurunan lebih lanjut.
Volume keuntungan yang direalisasikan pun mengalami penurunan signifikan, dari USD 2 miliar pada Desember 2024 menjadi USD 1 miliar tahun ini. Tingkat pengambilan untung oleh pemegang jangka pendek juga turun ke 45%, di bawah ambang batas netral 50%, menandakan pasar sedang dalam kondisi relatif seimbang.
Glassnode menyebut bahwa jika Bitcoin mampu menembus USD 116.000, yang merupakan rata-rata biaya pembelian investor bulan lalu, maka ini bisa menjadi sinyal kembalinya kekuatan permintaan. Namun, saat ini pasokan dalam kondisi untung bagi pemegang jangka pendek telah turun dari 100% ke 70%, menandakan masih ada potensi tekanan jual.
Daniel Liu, CEO Republic Technologies, menyebut penurunan ke kisaran USD 105.000–107.000 masih bisa dikategorikan sebagai koreksi sehat dalam tren naik jangka panjang Bitcoin. Namun ia mengingatkan bahwa pasar kripto saat ini juga tengah terpengaruh oleh ketidakpastian global, seperti revisi negatif data ketenagakerjaan AS dan potensi perubahan arah kebijakan suku bunga oleh The Fed.
Sinyal kehati-hatian juga terlihat dari indikator skew opsi Bitcoin 30 hari yang menurun ke wilayah negatif. Ini mencerminkan bahwa opsi jual (put) lebih mahal daripada opsi beli (call)—menunjukkan bahwa investor mulai bersikap lebih defensif dan mengambil langkah perlindungan terhadap potensi penurunan harga.
Meski ada tekanan jangka pendek, Liu menegaskan pentingnya perspektif jangka panjang, mengingat imbal hasil Bitcoin sejak awal tahun masih hampir tiga kali lipat dari indeks S&P 500.