Jakarta, 20 Agustus 2025 – Disahkannya sistem regulasi federal pertama untuk stablecoin dinilai membawa kebangkitan baru bagi aset digital tersebut. Laporan Goldman Sachs menilai manfaat stablecoin akan paling terasa di sektor keuangan, khususnya untuk pembayaran antarbank, penyelesaian pasar modal, serta transaksi lintas batas.
Meski begitu, analis Will Nance dan James Yaro menilai ancaman stablecoin terhadap layanan pembayaran tradisional masih terbatas. Bahkan, raksasa kartu seperti Visa dan Mastercard diperkirakan akan berperan penting dalam memfasilitasi pembayaran stablecoin di skala konsumen. Risiko bagi perusahaan remitansi seperti Western Union dan Remitly pun dinilai dilebih-lebihkan.
Goldman memperkirakan stablecoin yang patuh regulasi, seperti USDC milik Circle, akan meraih pangsa lebih besar dengan mengorbankan dominasi Tether (USDT). USDC diprediksi tumbuh hingga USD 77 miliar dengan tingkat pertumbuhan tahunan 40% pada periode 2024–2027. Saat ini, USDT masih menjadi stablecoin terbesar dengan kapitalisasi USD 165 miliar, dibandingkan USDC USD 66 miliar.
Sementara itu, di Asia, Korea Selatan tengah menyiapkan rancangan undang-undang stablecoin yang dijadwalkan diajukan Oktober 2025. Presiden Circle, Heath Tarbert, dijadwalkan bertemu bank besar Korea Selatan seperti KB Kookmin dan Hana untuk membahas peluang kerja sama. RUU tersebut diperkirakan memberi kepastian hukum, termasuk potensi peluncuran stablecoin berbasis won.
Pelaku pasar menilai regulasi yang lebih jelas akan mempercepat adopsi stablecoin, memperkuat infrastruktur keuangan digital, dan meningkatkan daya tarik aset digital di Asia.