Jakarta, 24 Mei 2025 – Pelaku industri kripto di Indonesia menyambut positif wacana penghapusan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap transaksi kripto. Chairman Indodax, Oscar Darmawan, menilai penghapusan PPN akan menandai pengakuan kripto sebagai aset keuangan, bukan lagi komoditi yang diperdagangkan.
“Saat kripto diakui sebagai aset keuangan, maka sesuai aturan, tidak dikenakan PPN. Ini menjadi langkah positif, seperti halnya saham,” ujar Oscar.
Saat ini, transaksi kripto di bursa berizin dikenakan PPh Final 0,1% dan PPN 0,11%, dengan total pungutan sebesar 0,21%. Oscar berharap tarif PPh kripto dapat disetarakan dengan saham, yakni cukup 0,1 persen.
Di sisi lain, dari luar negeri, Kementerian Keuangan Slovenia merilis rancangan undang-undang yang mengusulkan pajak 25% atas keuntungan dari penjualan aset kripto. Pajak ini hanya berlaku saat aset dikonversi menjadi mata uang fiat, digunakan untuk transaksi barang atau jasa, atau ditransfer ke pihak lain.
Pengecualian diberikan untuk pertukaran antar-kripto dan transfer antar dompet milik pribadi. Selain itu, metode penghitungan pajak juga ditawarkan dalam skema sederhana, yaitu pajak dikenakan atas 40% dari nilai gabungan aset kripto per 31 Desember 2025.
Langkah ini merupakan bagian dari upaya Slovenia menyelaraskan regulasi pajak dengan standar internasional dan mengurangi beban administratif bagi wajib pajak.