
Bank-bank sentral global tengah giat membeli emas di tengah ketidakpastian ekonomi dan ketegangan geopolitik yang makin memburuk. Konsultan Metals Focus memprediksi pembelian emas oleh bank sentral akan kembali menembus 1.000 ton pada 2025, menandai tahun keempat berturut-turut aksi borong emas besar-besaran ini.
Harga emas dunia melonjak 29% sepanjang tahun ini dan sempat mencetak rekor tertinggi di level US$ 3.500 per troy ounce pada April lalu. Lonjakan harga ini dipicu oleh ketegangan geopolitik serta kebijakan tarif yang terus dikeluarkan oleh Presiden AS Donald Trump.
Menurut laporan Metals Focus, fenomena ini erat kaitannya dengan tren de-dolarisasi, yakni upaya bank sentral mendiversifikasi cadangan devisa dari aset berbasis dolar AS ke emas. Kebijakan Trump yang sulit diprediksi, kritik terhadap Ketua The Fed Jerome Powell, serta memburuknya prospek fiskal AS semakin mengikis kepercayaan terhadap dolar dan obligasi Treasury sebagai aset aman.
Tingginya ketegangan geopolitik sejak awal pemerintahan Trump juga menurunkan daya tarik aset-aset AS. Kini, bank sentral menyumbang hampir seperempat dari total permintaan emas dunia, menjadikan mereka pembeli terbesar ketiga setelah sektor perhiasan dan investasi fisik.
Meski volume pembelian diperkirakan turun 8% dari rekor 1.086 ton pada 2024, pembelian tahun ini tetap diprediksi mencapai 1.000 ton. Pada kuartal pertama 2025, Polandia, Azerbaijan, dan China tercatat sebagai pembeli emas terbesar, sementara aliran masuk emas ke Iran menunjukkan potensi pembelian tambahan oleh Bank Sentral Iran.
Sementara itu, permintaan emas dari sektor lain justru menurun tajam. Fabrikasi perhiasan emas diperkirakan turun 16% tahun ini akibat lonjakan harga emas, dengan India dan China sebagai pasar yang paling terdampak.
Metals Focus memperkirakan harga emas rata-rata akan naik 35% tahun ini menjadi sekitar US$ 3.210 per troy ounce, dengan potensi penguatan berlanjut hingga 2026.