Bitcoin (BTC) dikenal sebagai aset paling aman dan tahan sensor, tapi keterbatasan fiturnya membuat BTC sulit digunakan langsung di ekosistem DeFi.
Untuk menjembatani hal ini, muncullah wrapped Bitcoin (Wrapped BTC/wBTC), yakni token yang mewakili BTC di blockchain lain.
Mekanismenya sederhana, Bitcoin asli dikunci di sebuah kustodian, lalu token setara diterbitkan di jaringan tujuan.
Dengan begitu, BTC bisa ikut berpartisipasi dalam smart contract, lending protocol, hingga staking.
Namun, di balik peluang besar itu, ada risiko utama yang sering diabaikan, yaitu custody atau siapa yang sebenarnya memegang kunci dari Bitcoin yang dikunci.
Custody: Siapa Pegang Kunci Bitcoin?
Menurut laporan Tiger Research, risiko terbesar dari wrapped BTC ada pada custodian layer. Model kustodian inilah yang menentukan seberapa aman dan tepercaya wrapped BTC tersebut.
Ada tiga model utama:
Centralized Custody
Model pertama adalah centralized custody, di mana kendali sepenuhnya berada pada satu institusi. Contoh paling populer adalah BitGo sebagai kustodian untuk WBTC dan Coinbase Custody untuk cbBTC.
Hingga kini, WBTC tercatat menguasai pasar dengan cadangan sekitar $14 miliar, sementara cbBTC mencapai $5,6 miliar.
Kelebihan dari sistem ini adalah proses wrapping dan redeem yang cepat serta sesuai regulasi sehingga menarik bagi institusi besar.
Namun, risikonya sangat besar karena adanya single point of failure: jika kustodian bermasalah, seluruh cadangan BTC yang dikunci bisa hilang dalam sekejap.
Federated Custody
Berbeda dengan model terpusat, federated custody membagi kendali pada sekelompok pihak melalui sistem multi-signature. Salah satu contoh paling dikenal adalah rBTC di Rootstock, yang memakai mekanisme 5-of-9 PowPeg Federation.
Skema ini membuat tidak ada satu pihak pun yang bisa mengendalikan aset sendirian, sehingga risiko unilateral berkurang.
Meski begitu, federated custody tetap menyimpan kelemahan. Proses peg-out atau penarikan kembali BTC asli sering kali lebih lambat karena memerlukan koordinasi, dan potensi kolusi antar anggota federasi masih menjadi ancaman serius.
Decentralized Custody
Model ketiga adalah decentralized custody yang mengandalkan kriptografi dan insentif on-chain, tanpa melibatkan institusi tertentu sebagai pengendali. Contoh penerapannya bisa dilihat pada sBTC di Stacks dan tBTC di Ethereum.
Dari sisi filosofi, model ini paling sesuai dengan ethos Bitcoin karena menekankan prinsip trust minimization dan resistensi terhadap sensor.
Namun, jalannya tidak mulus. Sistem ini sangat kompleks secara teknis, rentan terhadap bug smart contract, dan adopsinya berjalan lebih lambat karena integrasi yang rumit.
Fragmentasi Wrapped BTC Hambat Standarisasi
Berbeda dengan stablecoin yang sudah terkonsolidasi pada standar global seperti USDT dan USDC, wrapped BTC justru masih terfragmentasi.
Ada banyak versi, mulai dari WBTC, cbBTC, rBTC, hingga sBTC dan tBTC, yang masing-masing punya risiko serta mekanisme berbeda.
Tiger Research menilai kondisi ini membatasi likuiditas, mengurangi efisiensi pasar, dan membuat pengguna bingung dalam menentukan mana token yang paling aman.
Untuk bisa berkembang lebih jauh, BTCFi butuh konsolidasi. Jika muncul satu standar dominan, wrapped BTC tersebut bisa berperan sebagai “USDC versi Bitcoin” yang diterima luas baik oleh institusi maupun pengguna ritel.