Harga Bitcoin (BTC) saat ini terkoreksi sekitar 12 persen dari puncak tertingginya di US$ 124.000. Melansir dari cryptopotato.com, koreksi ini memicu perdebatan antara pihak yang mewajarkan penurunan dalam tren naik, dan peringatan dini dari potensi resiko yang lebih dalam.
Menurut data dari CryptoQuant, penurunan ini bukan pertanda kehancuran momentum, melainkan bagian dari fase pematangan pasar, di mana koreksi berfungsi untuk mengatur ulang leverage, bukan membalikkan arah tren.
Koreksi Lebih Dalam dari Biasanya
Memang, dibandingkan dengan penurunan sesaat setelah all-time high (ATH) di siklus sebelumnya, koreksi kali in terbilang lebih tajam. Namun, bila dibandingkan dengan drawdown 70 persen – 80 persen khas bear market seperti 2018 atau 2022, penurunan saat ini masih sangat moderat.
“Ini bukan sinyal kelemahan struktural. Melainkan bagian dari retracement terkendali dalam fase ekspansi yang masih berlangsung,” ungkap CryptoQuant.
Sejak awal 2024, Bitcoin telah mencatatkan serangkaian kenaikan bertahap menuju ATH, dengan struktur yang lebih stabil dibanding siklus-siklus sebelumnya.
Level Kunci dan Skenario Dasar
Secara teknikal, zona support US$ 109.000 – US$ 110.000 menjadi kunci. Selama harga bertahan di atas zona ini dan koreksi tidak melewati batas 15 persen, maka skenario dasar masih mengarah ke konsolidasi sehat dan potensi retest ke US$ 118.000 – US$ 122.000.
Data derivatif mendukung pandangan ini:
- Open interest mulai pulih setelah sedikit kontraksi.
- Funding rate tetap dalam kisaran normal.
Kondisi seperti ini, menurut CryptoQuant, biasanya muncul sebelum pasar kembali mendapat momentum, bukan sebelum crash besar.
Siklus yang Lebih Sehat
Tidak seperti lonjakan masif dan euforia ritel di 2017 atau ledakan yang disusul kejatuhan tahun 2021, siklus Bitcoin saat ini tampak jauh lebih seimbang:
- Permintaan institusional dan arus masuk dari ETF spot memberikan dukungan stabil ke pasar.
- Aktivitas derivatif memicu koreksi periodik 10 persen – 20 persen, bukan kehancuran total.
“Poin utamanya adalah pasar kemungkinan akan mengalami serangkaian pullback sedang 10 persen – 20 persen, bukan crash kapitulasi tunggal,” ujarnya.
Prediksi Puncak Siklus Berikutnya
Sejalan dengan analisis ini, beberapa analis juga mulai memproyeksikan bahwa puncak siklus Bitcoin berikutnya akan bergeser ke 2026, bukan lagi di jendela klasik 2024-2025.
Hal ini disebabkan oleh perubahan pada dinamika makro global:
- Suku bunga Amerika tinggi dan bertahan lama.
- Obligasi korporasi jatuh tempo dalam 4-5 tahun, memperpanjang siklus bisnis.
- Likuiditas ritel melemah, sementara institusi justru diuntungkan oleh imbal hasil obligasi yang tinggi.
Menurut Raoul Pal (Global Macro Investor), harga Bitcoin kini lebih dipengaruhi oleh kebijakan moneter dan aliran modal global, bukan hanya oleh efek halving seperti dulu.