Jakarta – Trader kawakan Peter Brandt kembali menjadi sorotan setelah mengungkap bahwa dirinya mengambil posisi short pada kontrak berjangka Bitcoin (BTC). Meski dikenal sebagai pendukung jangka panjang aset kripto tersebut, Brandt menilai tekanan teknikal jangka pendek bisa mendorong harga Bitcoin turun lebih dalam.
Dikutip dari Coinmarketcap, Sabtu (1/11/2025), Brandt menemukan pola grafik “broadening formation” atau megaphone pattern pada pergerakan harian Bitcoin. Pola ini menampilkan lima gelombang harga dengan puncak terakhir di kisaran USD 126.000, sebelum BTC bergerak datar di area USD 106.000–USD 116.000 dan akhirnya menembus batas bawah pola tersebut.
Saat ini, harga Bitcoin berada di sekitar USD 109.500, turun sekitar 2 persen dalam 24 jam terakhir. Brandt memperkirakan penurunan bisa berlanjut menuju USD 97.000 atau bahkan USD 84.721 jika tekanan jual berlanjut.
Data dari Coinglass menunjukkan sebagian besar likuiditas pasar berada di atas harga saat ini, pada kisaran USD 113.000–USD 116.000, yang dapat memicu short squeeze jika terjadi lonjakan harga mendadak.
Beberapa analis lain turut memperingatkan potensi koreksi besar. Menurut analis kripto Rekt Fencer, setiap kali Bitcoin gagal menembus garis tren jangka panjangnya, harga biasanya terkoreksi hingga 70–80 persen. Jika pola itu terulang, BTC berpotensi turun hingga sekitar USD 40.000.
Tekanan tambahan datang dari reaksi pasar terhadap pemangkasan suku bunga The Federal Reserve sebesar 0,25 persen. Pernyataan hati-hati Ketua The Fed Jerome Powell memicu volatilitas tinggi dan membuat Bitcoin sempat jatuh di bawah USD 108.000.
Meski begitu, data on-chain menunjukkan saldo Bitcoin di bursa terus menurun dan transaksi besar di atas USD 1 juta meningkat, menandakan investor besar masih melakukan akumulasi di tengah ketidakpastian jangka pendek pasar kripto.