Pemerintah mencatat penerimaan pajak dari sektor aset kripto mencapai Rp 1,71 triliun hingga September 2025, menunjukkan pertumbuhan signifikan sejak pajak kripto diberlakukan pada 2022. Data Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencatat peningkatan konsisten dari tahun ke tahun — dari Rp 246,45 miliar pada 2022, turun sedikit di 2023 menjadi Rp 220,83 miliar, lalu melonjak menjadi Rp 620,4 miliar di 2024, dan mencapai Rp 621,3 miliar hingga September 2025.
Dari total penerimaan tersebut, PPh 22 menyumbang Rp 836,36 miliar, sementara PPN dalam negeri mencapai Rp 872,62 miliar. Angka ini menegaskan bahwa kripto kini menjadi kontributor nyata bagi penerimaan negara, bukan sekadar instrumen investasi alternatif.
Bursa aset kripto terbesar di Indonesia, Indodax, tercatat memberi kontribusi hampir setengah dari total pajak kripto nasional. Hingga September 2025, Indodax menyumbang Rp 297,09 miliar atau sekitar 48,5% dari total nasional. Jumlah ini meningkat signifikan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, yaitu Rp 114,63 miliar pada 2022, Rp 91,47 miliar pada 2023, dan Rp 283,95 miliar pada 2024.
Vice President Indodax, Antony Kusuma, mengatakan peningkatan ini mencerminkan adopsi kripto yang semakin luas di masyarakat. Ia menilai, regulasi pajak yang adaptif terhadap karakteristik aset digital akan menciptakan pasar kripto yang transparan, sehat, dan berkelanjutan.
“Semakin tinggi kontribusi ke kas negara, semakin kuat posisi kripto sebagai bagian resmi dari sistem keuangan digital Indonesia,” ujar Antony, Jumat (7/11/2025).
Dengan tren pertumbuhan yang konsisten, pemerintah optimistis Indonesia berpotensi menjadi pusat perdagangan aset digital di kawasan regional, didukung oleh kontribusi pajak, edukasi investor, serta regulasi yang kuat dalam mendorong pembangunan ekonomi digital berkelanjutan.