Bitcoin (BTC) kembali menunjukkan pola pergerakan yang kontras antara sesi Amerika Serikat (AS) dan Asia.
Sepanjang November, harga BTC cenderung tertekan saat pasar AS dibuka, sementara sesi Asia justru mengangkat kembali harga yang jatuh.
Perbedaan sentimen regional ini semakin kuat setelah tekanan jual dari AS mendorong penurunan lebih dari 20% dalam bulan tersebut.
Sesi AS Jadi Pemicu Tekanan Jual Bitcoin
Data perdagangan menunjukkan bahwa sesi Amerika menjadi periode paling lemah untuk harga Bitcoin.
Tekanan jual berlangsung berjam-jam, dengan investor AS terlihat berhati-hati menghadapi kondisi makro, perubahan kebijakan, hingga isu likuiditas.
Penurunan ini tidak hanya muncul pada pelaku ritel, tetapi juga terlihat pada institusi.
Indikator seperti Coinbase Premium Index berada di area negatif hampir sepanjang November, menandakan sentimen bearish institusi AS.
Ketika permintaan institusi melemah, tekanan jual lebih mudah mendominasi pasar global.
Asia Menyerap Jualan dan Angkat Harga Kembali
Berbeda dengan AS, sesi Asia menunjukkan pola membeli saat harga melemah. Banyak trader di kawasan Asia-Pasifik justru memanfaatkan koreksi untuk mengakumulasi BTC.
Aktivitas beli rutin ini menjadi faktor yang memulihkan harga setiap kali pasar Amerika selesai menekan. Pola “AS jual, Asia beli” muncul hampir seperti siklus harian.
Ketika volume besar dari AS memicu penurunan, likuiditas Asia kemudian menyerap tekanan tersebut dan mendorong harga kembali stabil.
Peran Institusi Besar dalam Menahan Koreksi Lebih Dalam
Menurut analis on-chain Ki Young Ju, siklus harga Bitcoin saat ini tidak mengikuti pola historis.
Setelah menyentuh US$100.000 awal 2024, teori lama seharusnya membawa Bitcoin turun hingga kisaran US$56.000 sebagai pembentukan cycle low baru.
Namun koreksi dalam itu tidak terjadi. Alasannya adalah penyerapan masif oleh institusi besar, terutama MicroStrategy yang kini memegang 386.700 BTC.
Kepemilikan jumbo ini menciptakan zona lantai harga karena institusi tersebut tidak menjual meski pasar sedang melemah.
Model lama yang mengasumsikan banyak investor akan capitulate di fase turun menjadi kurang relevan karena landscape pasar kini didominasi holder besar yang tahan tekanan.
Koreksi Masih Dianggap Sehat oleh Analis
Meski terjadi divergensi kuat antara kawasan, sejumlah analis tetap melihat kondisi ini sebagai bagian dari koreksi wajar dalam fase bull market.
Chris Kuiper dari Fidelity Digital Assets menyebut penurunan 20%–30% sebagai koreksi normal, bukan tanda siklus berakhir.
Indikator on-chain seperti MVRV short-term holder memperlihatkan bahwa investor jangka pendek mengalami tekanan harga, pola yang umum muncul sebelum harga kembali melanjutkan tren naik.
Tidak adanya sentimen negatif besar, seperti regulasi baru atau kegagalan exchange, menjadi alasan kuat bahwa pelemahan saat ini lebih disebabkan profit-taking dan likuidasi leverage setelah reli menuju area US$100.000.
Divergensi Akan Menentukan Arah Harga Berikutnya
Perbedaan perilaku investor antara dua kawasan besar ini menjadi sentimen penting menjelang akhir tahun.
Konsistensi Asia yang terus membeli dan kelemahan dari pasar AS bisa berlanjut, atau justru berbalik jika sentimen AS membaik.
Faktor-faktor seperti arah kebijakan pemerintah, kondisi likuiditas global, dan alur modal institusi akan sangat menentukan bagaimana dinamika ini berkembang dalam beberapa bulan ke depan.