Pemerintah Taiwan bersiap mengambil langkah besar dalam regulasi aset kripto. Kabinet dijadwalkan meninjau Rancangan Undang-Undang (RUU) Kripto pekan ini sebelum diserahkan untuk pemungutan suara di Yuan Legislatif.
RUU tersebut merupakan amandemen Undang-Undang Pengendalian Pencucian Uang (AML) yang memberi kewenangan baru bagi regulator untuk menutup platform kripto yang tidak terdaftar. Aturan ini sekaligus menciptakan kerangka hukum komprehensif mencakup bursa, penerbit stablecoin, serta penyedia layanan aset digital, termasuk ketentuan AML, kustodi, cadangan, dan perlindungan konsumen.
Pendekatan Taiwan terhadap stablecoin disebut mirip dengan regulasi MiCA milik Uni Eropa. Dalam rapat Komite Ekonomi Yuan Legislatif, Ketua FSC, Peng, mengungkapkan bahwa regulator telah mencapai kesepakatan dengan bank sentral soal stablecoin yang dipatok Dolar Taiwan Baru (TWD). Hanya lembaga keuangan berlisensi yang nantinya boleh menerbitkan stablecoin tersebut.
Jika pembahasan berjalan lancar, stablecoin TWD pertama diperkirakan bisa disetujui paling cepat Juni atau Juli 2026, menjadi tonggak penting integrasi aset virtual ke dalam kerangka hukum resmi Taiwan.
Di sisi lain, meningkatnya kejahatan kripto menjadi alasan kuat pembentukan regulasi ini. Chainalysis mencatat lebih dari USD 2,17 miliar telah dicuri dari layanan kripto hingga pertengahan 2025—17% lebih tinggi secara YTD dibandingkan 2022, tahun terburuk sebelumnya. CEO Ripple, Brad Garlinghouse, juga memperingatkan pengguna untuk tetap waspada terhadap scam online yang semakin canggih.
Selain serangan virtual, laporan menyebut aksi kekerasan fisik terkait kripto juga meningkat seiring reli pasar, memperkuat urgensi regulasi keamanan yang lebih ketat.