Pasar kripto selama ini cenderung menyoroti kebijakan The Fed. Namun dalam beberapa waktu terakhir, perhatian investor global mulai bergeser ke Jepang.
Kebijakan Bank of Japan (BoJ) dinilai punya potensi besar memengaruhi likuiditas global, termasuk pergerakan harga Bitcoin.
Melansir dari Be(in)crypto, perubahan kecil dalam arah suku bunga Jepang bisa memicu efek berantai di pasar keuangan global.
Bitcoin (BTC), sebagai aset berisiko dengan tingkat leverage tinggi, berpotensi merespons lebih cepat dibanding aset lain. Berikut tiga alasan utama mengapa kebijakan Bank of Japan menjadi sorotan pasar kripto.
1. Yen Murah Selama Ini Menjadi Sumber Likuiditas Global
Selama puluhan tahun, Jepang mempertahankan suku bunga mendekati nol, bahkan sempat berada di level negatif. Kondisi ini menjadikan yen sebagai salah satu mata uang paling murah untuk dipinjam di dunia.
Situasi tersebut melahirkan strategi yen carry trade, di mana investor global meminjam yen dengan biaya rendah, lalu menyalurkannya ke aset berimbal hasil lebih tinggi.
Dana ini tidak hanya mengalir ke saham dan obligasi, tetapi juga ke aset berisiko seperti Bitcoin. Selama biaya pinjaman tetap murah, likuiditas global relatif longgar.
Bitcoin ikut diuntungkan karena diperdagangkan 24 jam dan sering digunakan sebagai instrumen untuk mengekspresikan posisi risk-on oleh pelaku pasar institusional. Namun kondisi ini mulai berubah ketika Bank of Japan memberi sinyal pengetatan kebijakan.
2. Kenaikan Suku Bunga Kecil Bisa Berdampak Besar
Pasar memperkirakan Bank of Japan berpotensi menaikkan suku bunga sekitar 25 basis poin, membawa level suku bunga mendekati 0,75 persen. Secara nominal, angka ini masih jauh di bawah suku bunga Amerika Serikat atau Eropa.
Meski begitu, besar kecilnya kenaikan bukan isu utama. Jepang telah lama menjadi penopang likuiditas global dengan kebijakan ultra-longgar. Setiap kenaikan suku bunga dipandang sebagai pergeseran struktural, bukan sekadar penyesuaian teknis.
Lebih penting lagi, perubahan arah kebijakan memengaruhi ekspektasi pasar. Ketika pelaku pasar melihat potensi siklus pengetatan lanjutan, mereka cenderung mengurangi eksposur terhadap aset berisiko lebih awal.
Bitcoin biasanya merespons lebih cepat karena volatilitasnya tinggi dan diperdagangkan tanpa jeda waktu.
3. Leverage Tinggi Membuat Bitcoin Rentan Likuidasi
Penurunan tajam Bitcoin jarang terjadi hanya karena aksi jual spot. Tekanan terbesar biasanya datang dari pasar derivatif, terutama posisi long dengan leverage tinggi.
Ketika kebijakan Bank of Japan mendorong penguatan yen dan kenaikan yield global, tekanan terhadap aset berisiko meningkat secara bersamaan. Jika harga Bitcoin menembus level teknikal penting, posisi leverage mulai terlikuidasi.
Likuidasi ini bersifat otomatis. Aset jaminan dijual oleh sistem bursa untuk menutup kerugian, sehingga menambah tekanan jual di pasar. Proses ini sering menciptakan efek domino, di mana satu gelombang likuidasi memicu penurunan lanjutan dalam waktu singkat.
Inilah alasan mengapa peristiwa makro global, termasuk kebijakan moneter Jepang, kerap terlihat seperti “crash kripto”, meskipun pemicunya berasal dari luar ekosistem kripto itu sendiri.