Penurunan margin dan lonjakan biaya membuat bisnis mining Bitcoin (BTC) kian tertekan.
Sejumlah perusahaan miner kini mulai meninggalkan model mining murni dan beralih ke bisnis data center AI sebagai strategi bertahan, menurut laporan terbaru Tiger Research.
Tekanan utama datang dari struktur bisnis mining yang sederhana namun rapuh. Pendapatan miner sepenuhnya bergantung pada harga Bitcoin yang fluktuatif, sementara biaya cenderung naik dari waktu ke waktu.
Tiger Research mencatat, biaya rata-rata menambang satu Bitcoin kini sekitar US$74.600, naik hampir 30% dibanding tahun sebelumnya.
Jika memperhitungkan depresiasi aset dan kompensasi berbasis saham, total biaya produksi bisa mencapai US$130.000 per Bitcoin.
Dengan harga Bitcoin di kisaran US$91.000, banyak perusahaan miner secara akuntansi mencatat kerugian sekitar US$46.000 untuk setiap BTC yang ditambang.
Kondisi ini menciptakan tekanan ganda, pendapatan turun cepat saat harga melemah, sementara biaya operasional terus meningkat.
Situasi tersebut diperburuk oleh kenaikan mining difficulty, harga listrik yang makin mahal, serta kebutuhan penggantian perangkat keras secara berkala.
Di beberapa wilayah, risiko regulasi juga mulai meningkat, termasuk wacana pajak tambahan bagi perusahaan mining.