Ripple (XRP) berpotensi memasuki fase momentum baru pada 2026. Jepang, Uni Emirat Arab (UAE), dan kawasan Eropa sedang menyiapkan regulasi serta infrastruktur yang bisa mempercepat adopsi XRP dalam transaksi lintas negara.
Ketiganya menjadi perhatian karena regulasi mereka bergerak ke arah yang lebih jelas dan selaras dengan model bisnis Ripple. Di tengah volatilitas aset kripto, perkembangan regulasi menjadi faktor yang semakin penting.
Ketika aturan makin pasti, institusi cenderung lebih berani mengadopsi aset digital untuk penggunaan nyata seperti remitansi, pembayaran, dan settlement. Inilah konteks yang membuat 2026 dianggap sebagai titik penting bagi XRP.
Jepang Berada di Garis Terdepan Adopsi XRP
Jepang dianggap sebagai negara yang paling siap mendorong volume transaksi XRP. Melansir dari Be(in)crypto, negara ini sudah mengoperasikan jalur remitansi berbasis XRP secara langsung, bukan sekadar pilot project.
SBI Remit menjadi pemain utama, menghubungkan Japan–Southeast Asia menggunakan XRP sebagai bridge asset.
Karena infrastrukturnya sudah berjalan, hambatan teknis hampir tidak ada. Tantangan Jepang kini lebih pada ekspansi volume, bukan lagi validasi.
Kondisi ini membuat adopsi XRP di Jepang bisa meningkat hanya dalam hitungan bulan setelah muncul sinyal regulasi atau kerja sama baru.