Harga Bitcoin kembali menunjukkan volatilitas tinggi setelah sempat menyentuh USD 80.000 di bursa derivatif Hyperliquid pada 21 November. Hingga Minggu (23/11/2025), Bitcoin stabil di level USD 85.135 atau sekitar Rp 1,41 miliar per koin. Fluktuasi ini memicu gelombang likuidasi besar di pasar kripto.
Sejumlah analis merilis proyeksi level support Bitcoin yang berkisar antara USD 75.000 hingga USD 94.500, berdasarkan analisis masing-masing.
Chris Burniske (Placeholder VC)
Burniske menilai harga USD 75.000 ke bawah sebagai area re-entry yang menarik, bukan titik bottom. Ia menyebut adanya “keretakan” pada grafik bulanan Bitcoin-Ethereum dan hanya akan membeli kembali jika harga turun ke USD 75.000 atau lebih rendah.
Arthur Hayes (CEO BitMEX)
Hayes memproyeksikan level jangka pendek di USD 80.000–USD 85.000. Dalam jangka panjang, ia memperkirakan harga bisa naik ke USD 200.000–USD 250.000, tergantung kebijakan ekonomi AS. Menurutnya, penurunan dari USD 125.000 ke USD 90.000 mengisyaratkan potensi kejadian kredit.
Ban Mu Xia (Analis China)
Ia memprediksi Bitcoin akan lebih dulu turun ke USD 94.500, lalu berosilasi ke atas USD 116.000, sebelum membentuk bottom final di kisaran USD 84.000 dengan kemungkinan penurunan ekstrem 6–8%.
JPMorgan (Nikolaos Panigirtzoglou)
Alih-alih memberikan angka prediksi, tim JPMorgan menyoroti risiko penjualan paksa terkait kemungkinan MicroStrategy dikeluarkan dari indeks utama. Sekitar USD 2,8 miliar aliran pasif berpotensi tertekan, bahkan bisa mencapai USD 8,8 miliar jika penyedia indeks lain mengikuti langkah yang sama.
James Butterfill (CoinShares)
Butterfill menyebut pasar kripto tengah mengalami “penjualan besar-besaran oleh whale” sejak September, senilai lebih dari USD 20 miliar. Ia tidak menetapkan prediksi bottom, namun mencatat pola penjualan masih mengikuti perilaku siklus empat tahunan.
Para analis sepakat bahwa zona USD 75.000–USD 80.000 menjadi area support penting dalam tren Bitcoin saat ini.