Harga Bitcoin (BTC) mengalami penurunan tajam dan cepat pada pertengahan Desember.
Dalam waktu sekitar satu jam, Bitcoin terkoreksi sekitar US$3.200 dan sempat menyentuh area US$86.000, mengejutkan pelaku pasar karena terjadi tanpa adanya berita negatif besar yang biasanya memicu aksi jual masif.
Pergerakan ini bukan sekadar koreksi biasa. Kecepatan penurunan dan besarnya likuidasi membuat pasar kripto langsung bergejolak dalam waktu singkat.
Likuidasi Long Picu Efek Domino di Pasar
Berdasarkan data yang dibagikan Bull Theory, penurunan harga Bitcoin ini memicu lebih dari US$200 juta likuidasi posisi long dalam waktu kurang dari 60 menit.
Saat leverage mulai terhapus secara cepat, tekanan jual meningkat drastis. Dalam kondisi seperti ini, satu likuidasi akan memicu likuidasi berikutnya.
Stop loss terpukul, margin call bermunculan, dan harga terdorong turun semakin dalam. Pola ini umum terjadi ketika posisi leverage terlalu padat di satu sisi pasar.
Waktu Kejadian Jadi Faktor Penting
Yang membuat pergerakan ini menonjol adalah waktu terjadinya penurunan, yakni bertepatan dengan pembukaan pasar Amerika Serikat sekitar pukul 10.00 waktu New York.
Jam ini dikenal rawan volatilitas di pasar kripto, terutama saat likuiditas relatif tipis dan tingkat pinjaman tinggi.
Ketika pasar tradisional mulai aktif, pelaku institusi sering melakukan penyesuaian posisi dan lindung nilai.
Di pasar kripto, tekanan awal ini kerap cukup untuk menjatuhkan harga secara cepat sebelum algoritma dan likuidasi mengambil alih.
Tekanan Makro dari Jepang Masih Membayangi
Meski tidak ada headline besar pada hari itu, tekanan makro tetap menjadi latar belakang pergerakan pasar. Salah satu faktor yang disorot adalah kebijakan suku bunga Jepang.
Bank of Japan (BOJ) telah beberapa kali menaikkan suku bunga, dan pasar memperkirakan kenaikan lanjutan pada rapat 18–19 Desember.
Secara historis, Bitcoin kerap bereaksi negatif terhadap momen ini. Setelah kenaikan suku bunga pada Juli 2024, harga BTC tercatat turun sekitar 26 persen dalam beberapa hari.
Pola serupa terjadi usai kenaikan Januari 2025, ketika Bitcoin terkoreksi sekitar 25 persen dalam beberapa pekan.
Tekanan ini berkaitan dengan yen carry trade, di mana investor meminjam yen berbiaya rendah untuk masuk ke aset berisiko. Saat suku bunga naik, posisi tersebut mulai dilepas, memicu arus keluar dari aset seperti kripto.
Koreksi Cepat, Bukan Kerusakan Struktur
Meski terlihat agresif, penurunan ini tidak langsung mengindikasikan perubahan arah tren jangka panjang.
Karakteristik pergerakannya cenderung cepat, emosional, dan dipicu oleh forced selling, bukan oleh kerusakan fundamental pasar Bitcoin.
Di sisi lain, kondisi ekonomi Jepang masih menghadapi tantangan dengan data pertumbuhan yang lebih lemah dari perkiraan.
Pemerintah Jepang juga telah mengumumkan stimulus besar, sementara ekonomi besar lain seperti Amerika Serikat dan China cenderung mengarah ke kebijakan yang lebih akomodatif.
Apa Makna Penurunan Bitcoin ke US$86 Ribu?
Penurunan mendadak ini lebih mencerminkan reset leverage dibanding sinyal berakhirnya tren bullish.
Bahkan setelah menyentuh US$86.000, harga Bitcoin masih berada di atas sejumlah area support jangka panjang yang dipantau pelaku pasar.
Jika tekanan jual mereda dan likuidasi berkurang, koreksi ini berpotensi dikenang sebagai shakeout tajam yang kembali menguji ketahanan pasar, bukan awal dari pelemahan berkepanjangan.