Pembelian Bitcoin terbaru oleh Strategy langsung menuai sorotan setelah harga BTC anjlok tajam hanya sehari kemudian.
Langkah agresif Michael Saylor ini memicu pertanyaan besar di pasar, apakah strategi akumulasi jangka panjangnya kali ini salah timing.
Pada 14 Desember 2025, Strategy mengumumkan pembelian 10.645 BTC senilai sekitar USD 980 juta, dengan harga rata-rata USD 92.098 per BTC. Saat pengumuman dirilis, Bitcoin berada dekat level resistance dan sentimen pasar mulai rapuh.
Namun situasi berubah cepat. Bitcoin turun ke kisaran USD 85.000, bahkan sempat bergerak lebih rendah, membuat pembelian terbaru tersebut langsung tercatat rugi secara unrealized.
Tekanan Makro Jadi Pemicu Kejatuhan Harga
Penurunan Bitcoin terjadi di tengah tekanan makro global yang sudah lama diperingatkan pasar.
Salah satu faktor utama adalah kekhawatiran kenaikan suku bunga Bank of Japan, yang berpotensi mengguncang strategi yen carry trade.
Strategi ini selama bertahun-tahun mendorong likuiditas ke aset berisiko, termasuk kripto. Ketika risiko pengetatan muncul, investor cenderung menarik dana dengan cepat, memicu penjualan massal dan likuidasi leverage.
Dalam kondisi ini, Bitcoin mengalami penurunan tajam, sementara aksi beli Strategy justru terjadi sebelum tekanan makro terealisasi penuh.
Dampaknya ke Saham Strategy dan Persepsi Pasar
Reaksi pasar tidak hanya terlihat pada harga Bitcoin. Dilansir dari Be(in)crypto, saham Strategy ikut tertekan, dengan penurunan lebih dari 25% dalam lima hari perdagangan, lebih buruk dibanding koreksi BTC itu sendiri.
Secara data, Strategy kini memegang sekitar 671.268 BTC, dengan total biaya akumulasi sekitar USD 50,33 miliar dan harga rata-rata USD 74.972 per BTC. Dalam jangka panjang, posisi ini masih untung.
Namun dari sisi jangka pendek, pembelian terbaru membuat mNAV Strategy menyusut ke sekitar 1,11, artinya saham hanya diperdagangkan sekitar 11% di atas nilai kepemilikan Bitcoin-nya.
Penyusutan premi ini menunjukkan pasar sedang lebih sensitif terhadap risiko timing dan likuiditas.
Salah Strategi atau Konsekuensi Jangka Pendek?
Kritik terhadap Strategy bukan soal keyakinan pada Bitcoin, melainkan waktu eksekusi.
Risiko makro seperti potensi pengetatan Jepang sudah dibahas luas, dan Bitcoin punya sejarah melemah saat kondisi likuiditas global mengetat.
Meski begitu, Saylor konsisten menyatakan bahwa Strategy tidak mengejar timing sempurna, melainkan fokus menambah kepemilikan Bitcoin untuk jangka panjang.
Dalam kerangka ini, fluktuasi jangka pendek dianggap sebagai noise.
Apakah keputusan ini keliru, sangat bergantung pada apa yang terjadi selanjutnya. Jika tekanan makro mereda dan Bitcoin stabil, pembelian ini akan menyatu dengan biaya rata-rata jangka panjang. Namun jika koreksi berlanjut, langkah ini akan terus menjadi bahan kritik pasar.