Jakarta – Pemerintah berhasil menghimpun penerimaan pajak dari sektor ekonomi digital sebesar Rp 10,21 triliun sepanjang Januari–September 2025. Dari jumlah tersebut, pajak aset kripto berkontribusi signifikan dengan total Rp 1,71 triliun sejak diberlakukan pada 2022.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, penerimaan tersebut terdiri dari Rp 836,36 miliar Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 atas transaksi kripto dan Rp 872,62 miliar Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dalam negeri.
CEO Tokocrypto, Calvin Kizana, menyambut positif capaian tersebut. Ia menyebut angka hampir Rp 2 triliun ini mencerminkan pertumbuhan industri kripto nasional yang sehat dan berkelanjutan.
“Kami optimistis target penerimaan pajak kripto dapat melampaui Rp 2 triliun di akhir 2025,” ujar Calvin, Jumat (24/10/2025).
Calvin menambahkan, Tokocrypto berkontribusi lebih dari 40% terhadap total penerimaan pajak kripto nasional, menjadikannya salah satu penyumbang terbesar di sektor ini. Ia menyebut kontribusi itu bisa meningkat seiring dengan pertumbuhan bisnis dan inovasi produk yang terus dikembangkan.
Menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), nilai transaksi aset kripto nasional mencapai Rp 360,3 triliun sepanjang Januari–September 2025, naik dari Rp 276,45 triliun pada periode Januari–Juli 2025. Peningkatan ini menunjukkan kepercayaan investor dan stabilitas pasar kripto nasional di tengah ketidakpastian global.
Meski demikian, Calvin menilai kondisi makroekonomi global masih menjadi tantangan di kuartal IV tahun ini. Ia menyebut pasar sedang memasuki fase koreksi sehat yang justru membuka peluang pertumbuhan lebih kuat di tahun depan.
Industri berharap revisi UU P2SK dan Rancangan POJK Amandemen POJK 27/2024 dapat mendorong percepatan pertumbuhan ekosistem kripto nasional melalui regulasi yang lebih adaptif dan efisien.
Riset LPEM FEB UI menunjukkan perdagangan aset kripto telah memberi kontribusi nyata terhadap perekonomian nasional, dengan nilai tambah bruto potensial Rp 260 triliun, namun baru Rp 70,04 triliun yang terealisasi. Sekitar 72,85% potensi ekonomi hilang karena aktivitas masih banyak terjadi di platform luar negeri yang tidak teregulasi.
“Dengan penguatan ekosistem dan regulasi dalam negeri, investor tak perlu mencari alternatif di luar negeri. Ini soal membangun kedaulatan ekonomi digital Indonesia,” tegas Calvin.
Ia menambahkan, Indonesia memiliki peluang besar menyaingi Thailand dan Vietnam yang lebih dulu menciptakan lingkungan inovasi ramah kripto. “Dengan regulasi seimbang antara perlindungan konsumen dan dorongan inovasi, industri kripto bisa menjadi pilar baru ekonomi digital nasional,” tutupnya.